Transisi menuju sistem energi rendah karbon mendorong pengembangan teknologi pembangkitan berbasis energi terbarukan, termasuk pemanfaatan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung untuk mendukung produksi hidrogen hijau. Studi ini menyajikan analisis kelayakan teknis dan ekonomi pengembangan PLTS terapung tahap 2 dengan skema investasi pada area polder 2 – PT PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang dengan tujuan mendukung penurunan biaya pembangkitan hidrogen hijau dan biaya pemakaian sendiri yang saat ini menggunakan impor grid dengan Renewable Energy Certificate (REC) dan PLTS skema sewa dengan Power Purchase Agreement (PPA) yang sudah tidak ekonomis pada tahun 2025. Pemodelan teknik dilakukan menggunakan PVsyst untuk menentukan potensi produksi energi, Performance Ratio (PR) dan kerugian akibat shading. Simulasi ekonomi dilakukan melalui HOMER Pro untuk jaringan listrik dan pembangkit hidrogen dengan pendekatan dua skenario operasi: on-grid scheduling dan operasi 24 jam. Parameter evaluasi ekonomi mencakup CAPEX, OPEX, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), Levelized Cost of Electricity (LCOE), dan Levelized Cost of Hydrogen (LCOH). Hasil menunjukkan bahwa PLTS terapung tahap 2 dengan skema investasi, kemiringan panel 5° dan azimuth -51° mampu menghasilkan energi 912.710 kWh/tahun dengan nilai CAPEX Rp 9,94 M, OPEX Rp 133,24 juta, NPV Rp 4,42 M, IRR 15,03% dan payback period 10,7 tahun, mendukung penurunan LCOH dengan nilai terendah Rp 84.972 /kg menggunakan pola on grid scheduling dengan ekses hidrogen 3,46 ton, serta berkontribusi pada pengurangan emisi sebesar 766,33 ton CO?e/tahun. Hasil analisis sensitivitas memberikan LCOE jaringan listrik PDC 11 terendah pada Rp. 1.650,91 / kWh dengan penurunan tarif PPA skema sewa sebesar 20 %.
Perpustakaan Digital ITB