digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-COVER.pdf


2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-BAB1.pdf

2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-BAB2.pdf

2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-BAB3.pdf

2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-BAB4.pdf

2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-BAB5.pdf

2008 TA PP YUDHO SATRIO WIRAWAN 1-PUSTAKA.pdf

Berdasarkan teori big bang tentang alam semesta, objek yang dikenal sebagai “quasar” umumnya mempunyai redshift yang sangat besar. Jarak obyek tersebut terhadap pengamat dapat ditentukan oleh hukum Hubble, dimana semakin besar nilai redshiftnya, semakin jauh jaraknya. Ketika berkas cahayanya telah mencapai bumi, tingkat energinya akan lebih rendah dibandingkan saat dipancarkan oleh sumber tersebut, sehingga perlu dilakukan koreksi panjang gelombang untuk mengembalikan data magnitudo suatu panjang gelombang ke panjang gelombang aslinya ketika cahaya itu keluar dari quasar menuju pengamat. Demikian pula dengan data fotometri SDSS yang merupakan hasil pengamatan dalam lima buah pita u, g, r, i, z. Ketika memakai data tersebut dalam pemodelan variabilitas quasar, peneliti tidak dapat begitu saja memakai data magnitudo quasar pada suatu pita lalu menganalisisnya bersama–sama dengan data quasar lain pada filter yang sama, karena apabila redshiftnya berbeda, berarti cahaya yang diterima berasal dari panjang gelombang yang berbeda. Hasil koreksi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa sebagian besar quasar yang memiliki nilai redshift yang cukup besar, mengalami pergeseran panjang gelombang yang sangat jauh dalam selang FWHM (Full Width Half Maksimum) masing-masing filter, sehingga didapat λ0 yang jauh lebih kecil dari λeff filter yang dipakai dalam pengamatan. Untuk sementara data semacam itu, tidak digunakan. Demikian juga untuk λ0 yang jatuh di antara dua pita sehingga tidak masuk dalam FWHM (Full Width Half Maksimum) salah satu pita, data inipun tidak digunakan.