Industri konstruksi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia pada tahun 2021, menempati peringkat keempat di antara industri lainnya. PT
Adhi Karya Tbk merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi di
Indonesia. Akibat situasi pandemi Covid-19, perseroan mengalami kontraksi di pendapatan dan
laba bersih pada 2020 dan 2021. Dalam rangka mendukung operasional dan kinerja proyek
perseroan pada 2022, PT Adhi Karya Tbk mengajukan penambahan modal kepada Pemerintah
Indonesia dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,98 triliun. Untuk
menghindari efek dilusi kepada pemegang saham yang ada, perseroan juga berencana
menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) senilai Rp1,89 triliun. Dengan
demikian, total tambahan ekuitas yang akan diterima perusahaan adalah Rp3,87 triliun. Namun,
struktur permodalan PT Adhi Karya Tbk saat ini terdiri dari 40,29% utang jangka panjang dan
59,71% ekuitas dengan rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas sebesar 67,47% sedangkan
rata-rata utang jangka panjang dan ekuitas pada industri konstruksi adalah 56,82% dan 43,18%
dengan rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas sebesar 154,43%. Artinya, jika PT Adhi
Karya Tbk mendapat tambahan ekuitas, proporsi ekuitasnya akan lebih tinggi dibandingkan ratarata
industri.
Berdasarkan
masalah
tersebut,
perlu
dianalisis
apakah
tambahan
ekuitas
yang
ingin
diterima
perusahaan
sesuai
dengan
struktur
modal
optimalnya
mengingat
hal tersebut membuat
struktur modal perusahaan menyimpang dari rata-rata industri. Dengan demikian, PT Adhi Karya
Tbk dapat memiliki biaya modal terendah dan memaksimalkan nilai perusahaan. Untuk
mengetahui struktur modal perusahaan saat ini dan yang optimal, penelitian ini menggunakan
metode Capital Asset Pricing Model (CAPM) untuk menghitung biaya ekuitas, Damodaran
(2015) Cost of Debt Model untuk menghitung biaya utang, dan Weighted Average Cost of Capital
(WACC) untuk menghitung biaya modal. Berdasarkan analisis data, struktur modal optimal PT
Adhi Karya Tbk terdiri dari 27% utang jangka panjang dan 73% ekuitas dengan biaya modal
14,53%. Dengan kata lain, sudah selayaknya PT Adhi Karya Tbk menyimpang dari rata-rata
industri karena proporsi rata-rata industri belum optimal. Namun, menerima tambahan ekuitas
sebesar Rp3,87 triliun terlalu banyak untuk mencapai struktur permodalan yang optimal. PT Adhi
Karya Tbk harus mengurangi tambahan ekuitas yang direncanakan akan diterima sebesar
Rp335.593.908.844 dan menerbitkan obligasi atau pinjaman bank dengan jumlah yang sama.
Karena perusahaan ingin menghilangkan efek dilusi kepada pemegang saham yang ada dengan
mempertahankan kepemilikan Pemerintah Indonesia sebesar 51% dan publik sebesar 49%, maka
tambahan ekuitas yang hendak diterima harus diturunkan sebesar Rp171.152.893.511 pada PMN
dan mengurangi nilai dari HMETD yang akan diterbitkan sebesar Rp164.441.015.334.
Kata kunci: Struktur Permodalan Optimal, Penyertaan Modal Negara, Industri
Konstruksi