digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jawa bagian tengah dan timur yang merupakan bagian dari Busur Sunda, berperan penting dalam menghasilkan kegempaan merusak dan kompleks vulkanik, sebagai hasil dari konververgensi antara lempeng Indo-Australia yang menunjami dibawah lempeng Eurasia. Pada studi ini, struktur kecepatan seismik 3-D (Vp, Vs dan Vp/Vs) dari kerak dan mantel atas ditentukan untuk mengungkap kehadiran dari slab subduksi, sumber vulkanik dan fitur seismogenik di wilayah Jawa bagian tengah dan timur. Kami melakukan identifikasi ulang waktu tiba gelombang P dan S secara manual dari 1.488 gempa periode Januari 2009 hingga September 2017 yang terekam pada 27 stasiun BMKG. Metode inversi iteratif damped least square diaplikasikan secara simultan untuk menghitung relokasi hiposenter dan struktur kecepatan dibawah wilayah tinggi resiko ini hingga kedalaman 200 km. Kami kemudian membandingkan hasil tomografi tersebut dan seismisitas untuk menginterpretasi fitur struktur di zone seismik ini. Slab yang tesubduksi ke arah utara, tergambarkan oleh wilayah dengan kecepatan seimsik tinggi dan rasio Vp/Vs rendah di kedalaman 50-100 km. Anomali kecepatan rendah dengan Vp/Vs tinggi diatas slab pada kedalaman ~100 km, mengimplikasikan kemungkinan lokasi lelehan sebagian dari dehidrasi slab. Fluida dan lelehan tersebut kemudian naik untuk mensuplai gunung api seperti Merapi-Merbabu, Wilis, Pandan, Semeru, Bromo dan Ijen yang juga memiliki anomali kecepatan rendah pada kedalaman 10-30 km, mengindikasikan cekungan sedimen atau reservoir magma. Kami juga melakukan penentuan ulang hiposenter dari gempa Malang 2021 (Mw 6,1) pada 8.94oLS, 112.45oBT, dengan kedalaman gempa 59.7 km. Error lokasi secara arah x, y dan z adalah 3,08 km, 6,39 dan 11,91 km. Kegempaan intraslab dengan mekanisme sesar naik berlokasi di wilayah kecepatan seismik tinggi dan dekat dengan klaster seismik menengah yang mengindikasikan geometri dari slab samudera. Di wilayah kegempaan Banyuwangi 1994 (Mw 7.8), kami menenumkan anomali kecepatan rendah pada kedalaman ~50 km yang berasosiasi dengan gununglaut yang tersubduksi, dimana fitur ini lebih terhidrasi daripada area slab sekitarnya. Bergeraknya gununglaut ini yang kemudian menyebabkan kegempaan tsunamigenik Secara paralel, kami telah menginvestigasi pemisahan gelombang S menggunakan seimogram dari 30 stasiun broadband BMKG yang merekam sejak 2009 hingga 2020 dengan fase S lokal yang jelas dan dibatasi berdasarkaniv kriteria studi anisotropi kerak, yaitu: gempa dengan kedalaman kurang dari 30 km dan radius kurang dari 150 km dari masing-masing stasiun yang merekam. Kami membandingkan hasil SWS dengan tingkat strain regional berdasarkan observasi GPS di Jawa, lalu membagi analisis terhadap 3 wilayah yaitu: (A) wilayah selatan Jawa, (B) wilayah utara Jawa, dan (C) Wilayah paling timur Jawa dan Bali. Wilayah A memiliki arah polarisasi gelombang cepat kearah timur laut-barat daya dan mengalami tingkat strain relatif rendah kecuali untuk wilayah dekat Yogyakarta dimana rata-rata polarisasi gelombang cepatnya paralel terhadap strike dari sesar Opak akibat anisotropi structural-induced. Di wilayah B, polarisasi gelombang cepatnya cenderung paralel dengan sumbu kompresi strain, mengindikasikan anisotropi stress-induced. Sementara di wilayah C, polarisasi gelombang cepatnya paralel dan subparalel terhadap arah kompresi strain di Madura dan Bali, mengindikasikan anisotropi stress-induced dari rekahan sebagai respon dari tekanan tektonik lokal. Lebih lanjut, di area antara Jawa Timur dan Bali, hasil kami menunjukkan polarisasi gelombang cepat yang tegak lurus relatif terhadap sumbu strain, mengindikasikan inkulasi air di dalam rekahan yang mungkin menyebabkan anisotropi structural-induced. Kami memperluas pengkuran SWS menggunakan fase S local dari kegempaan 30- 300 km yang terekam pada 38 stasiun BMKG pada periode 2009-2020, guna menenjelaskan struktur anisotropi litosfer dibawah Jawa bagian Tengah dan Timur, Indonesia. Sebanyak 2,571 pengukuran telah dihasilkan dan menunjukkan pola arah polarisasi gelombang cepat yang secara umum paralel terhadap palung pada stasiun di dekat palung atau wilayah busur depan, sementara zona transisi dari polarisasi ???? paralel-palung menjadi tegak lurus-palung pada stasiun berlokasi jauh dari palung. Polarisasi ???? yang tegak lurus-palung atau sub paralel mengindikasikan arah aliran mantel yang berkorelasi juga dengan arah pergerakan lempeng akibat mekanisme keselarasan orientasi mineral dari material mantel. Sementara itu, pola polarisasi ???? paralel-palung mengindikasikan beberapa kemungkinan penyebab anisotropi: (1) keselarasan orientasi mineral olivine akibat kehadiran air/fluida pada mantel, (2) keselarasan orientasi bentuk dari lelehen sebagian. Tomografi waktu tunda 2-D mengindikasikan wilayah dengan anisotropi tinggi (>0.015 s/km) pada area dekat gununglaut tersubduksi yang menjadi penyebab dari gempa Jawa 1994. Interaksi antara gununglaut tersubduksi dengan lempeng benua menghasilkan kombinasi stress dan efek struktural terhadap anisotropi dengan mekanisme keselarasan orientasi bentuk