digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Lalat tentara hitam, Hermetia illucens, Black Soldier Fly/BSF merupakan salah satu organisme yang banyak dimanfaatkan untuk mereduksi akumulasi beragam sampah organik melalui mekanisme biokonversi. Hasil biokonversi sampah organik dipanen dalam bentuk biomassa prepupa untuk dijadikan bahan baku bioindustri dan sumber pakan ternak yang potensial. Informasi mengenai nilai penting secara ekonomi dan aplikasi kemampuan BSF dalam mengonversi berbagai sampah organik menjadi biomassa tinggi protein dan lemak sudah banyak dilaporkan. Namun, studi mengenai aspek dasar biologi seperti parameter perilaku yang mempengaruhi sukses kawin dan reproduksi pada BSF masih sangat minim. Informasi mengenai kondisi optimum yang mempengaruhi mekanisme sukses kawin dan reproduksi pada BSF diperlukan untuk manajemen populasi pada instalasi pemeliharaan BSF. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku kawin dan potensi reproduksi pada BSF yang dipengaruhi oleh faktor biotik, abiotik dan perilaku seleksi seksual. Penelitian ini dilakukan di dalam screen house secara semi-outdoor sehingga memungkinkan pencahayaan dari sinar matahari secara langsung. Analisis pola perilaku kawin dan reproduksi BSF dilakukan secara kontinu selama periode kawin dan oviposisi menggunakan metode continuous behavioral sampling. Tabel hidup BSF dianalisis dengan metode two sex life table untuk mengetahui tingkat kelulushidupan dan potensi reproduksi BSF yang dipelihara pada lima jenis sampah organik yang berbeda. Pengamatan terhadap perilaku seleksi seksual berdasarkan perbedaan umur, ukuran tubuh dan virginitas pasangan kawin dikaji pengaruhnya terhadap tingkat sukses kawin serta nilai fekunditas dan fertilitas telur yang dihasilkan. Pengaruh densitas larva dipelajari pada lima ukuran densitas larva dan pengaruh perbedaan rasio seks dikaji pada rasio seks dominansi jantan dan dominansi betina kemudian dianalisis pengaruhnya terhadap sukses kawin dan reproduksi melalui parameter frekuensi kawin, frekuensi oviposisi, fekunditas dan fertilitas telur. Perilaku preferensi jenis ovitrap dipelajari pada empat jenis ovitrap dan diamati pengaruhnya terhadap perilaku oviposisi betina BSF serta perolehan telur yang fertil dari setiap jenis ovitrap. Aktivitas kawin BSF umumnya dimulai pada saat umur dua hari yang ditandai dengan banyaknya perilaku lek yang dilakukan jantan, dilanjutkan dengan perilaku courtship antara jantan dan betina dan serangkaian perilaku kawin spesies spesifik kemudian diakhiri dengan kopulasi yang menandai sukses kawin. Periode oviposisi BSF berlangsung selama tujuh hari dimulai pada umur empat hari atau dua hari setelah aktivitas kawin dengan puncak aktivitas oviposisi terjadi pada awal periode kemudian cenderung menurun hingga akhir periode oviposisi. Potensi reproduksi dan tingkat kelulushidupan BSF dipengaruhi oleh jenis pakan organik yang diberikan saat periode larva. Perlakuan pakan sampah restoran padang saat periode larva memberikan nilai potensi reproduksi paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Nilai reproduksi maksimum yang dihasilkan betina pada perlakuan sampah restoran padang adalah 339,28 pada hari ke-45, dan untuk nilai reproduksi paling rendah adalah 28,68 pada hari ke-50. Perilaku seleksi seksual berdasarkan status virginitas, ukuran tubuh, dan umur pasangan kawin mempengaruhi sukses kawin dan reproduksi secara nyata pada BSF. Pasangan kawin jantan virgin dan betina virgin memiliki frekuensi kawin (30,8 ± 4,08) dan frekuensi oviposisi total (22,4 ± 2,61) paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi pasangan kawin lainnya. Namun demikian, status virginitas tidak mempengaruhi secara nyata terhadap jumlah telur, berat telur dan fertilitas telur yang dihasilkan. Kombinasi pasangan kawin yang terdiri dari jantan berukuran besar dan betina besar memiliki frekuensi kawin (35,3 ± 4,64) dan oviposisi (28 ± 2,04) paling tinggi, sebaliknya pasangan kawin jantan kecil dan betina kecil memiliki frekuensi kawin (13,7 ±5,18) dan oviposisi paling rendah (5,0 ± 0,63). Terdapat kecenderungan individu jantan yang dipasangkan dengan betina yang berukuran besar memiliki frekuensi kawin yang lebih besar dibandingkan dengan jantan yang dipasangkan dengan betina berukuran sedang ataupun kecil. Pasangan jantan dan betina muda memiliki frekuensi kawin (39,7 ± 2,80), frekuensi oviposisi (30,0 ± 0,94) dan perolehan total telur (8.894 ± 1.814) dan fertilitas telur (92,3 ± 4,97) paling tinggi. Penundaan aktivitas kawin yang terjadi pada pasangan jantan dan betina tua dapat menurunkan sukses kawin dan reproduksi pada BSF. Densitas larva yang tinggi (1200 larva) pada BSF dapat memperpanjang waktu perkembangan larva (55 hari), menghasilkan ukuran larva instar akhir (14,55 ± 1,35) prepupa dan dewasa yang lebih kecil, serta frekuensi kawin (34 ± 1,98), frekuensi oviposisi (20 ± 0,97) dan total telur (11.851 ± 1.051,4) yang rendah tetapi diiringi fertilitas telur yang tinggi (90,6 ± 3,49). Seleksi seksual yang melibatkan perbedaan rasio seks jantan dan betina turut menentukan sukses kawin dan reproduksi pada BSF. Rasio seks dominansi betina memberikan frekuensi kawin (158 ± 6,28), frekuensi oviposisi (103 ± 14,79), jumlah total telur (45.342 ± 3.244,3) dan berat telur (1.603,0 ± 129,7) paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Berdasarkan perilaku preferensi jenis ovitrap dapat diketahui bahwa ovitrap jenis kayu merupakan jenis ovitrap yang paling disukai BSF untuk meletakkan telur sehingga menghasilkan tangkapan total telur paling tinggi (9.262 ± 903,7) dibandingkan dengan jenis ovitrap lainnya. Secara umum hasil penelitian ini menggambarkan kontribusi penting dari faktor abiotik (jenis pakan, jenis ovitrap), biotik (densitas larva, rasio seks dewasa), dan perilaku seleksi seksual (melibatkan virginitas, ukuran tubuh, umur pasangan kawin) dalam mencapai sukses kawin dan reproduksi pada BSF. Informasi ini sangat krusial dan dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan sistem pemeliharaan BSF sehingga dapat menjamin ketersediaan populasi BSF secara optimal dan berkelanjutan baik dalam aplikasi pemeliharaan skala kecil, komunal ataupun massal.