digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Antibiotik secara umum digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik sebagai salah satu senyawa aktif farmasi dapat hadir dalam berbagai bentuk padatan yang terbagi menjadi bentuk kristalin dan bentuk amorf. Dalam bentuk amorf dan kristal, padatan obat bisa berada dalam bentuk anhidrat atau solvat/hidrat yang biasa disebut pseudopolimorf. Pseudopolimorf umumnya menunjukkan perbedaan pada sifat fisikokimia termasuk stabilitas, kelarutan, densitas, laju disolusi dan ketersediaan hayati. Perubahan pada bentuk pseudopolimorf tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor mekanis (seperti proses granulasi, penggilingan, pemberian tekanan) dan faktor lingkungan (seperti peningkatan suhu dan kelembaban). Penelitian dilakukan dengan mengamati transformasi hidrat pada siprofloksasin base (SB) dan siprofloksasin HCl (SH) setelah dipanaskan pada suhu 100°C serta pengaruh berbagai komposisi pelarut metanol air terhadap bentuk hidrat yang dihasilkan. Karakterisasi sampel dilakukan dengan analisis elektrotermal, pengamatan mikroskop, FTIR, DSC, serta PXRD. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemanasan pada suhu 100°C pada SB dan SH menghasilkan transformasi menjadi bentuk anhidrat dengan waktu pemanasan yang berbeda yaitu pemanasan selama 3 jam untuk SB dan selama 2 jam untuk SH. Rekristalisasi SB dan SH dengan berbagai komposisi pelarut menghasilkan bentuk kristal jarum. Bahan awal SB merupakan bentuk monohidrat sama seperti rekristalit metanol 20%, sedangkan dalam metanol 80% dan 50% menjadi bentuk hemihidrat. Hasil rekristalisasi SH dengan metanol dan air menghasilkan bentuk monohidrat, sedangkan pada metanol 50% menghasilkan bentuk seskuihidrat.