Antibiotik secara umum digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Antibiotik sebagai salah satu senyawa aktif farmasi dapat hadir dalam berbagai bentuk padatan
yang terbagi menjadi bentuk kristalin dan bentuk amorf. Dalam bentuk amorf dan kristal, padatan obat
bisa berada dalam bentuk anhidrat atau solvat/hidrat yang biasa disebut pseudopolimorf.
Pseudopolimorf umumnya menunjukkan perbedaan pada sifat fisikokimia termasuk stabilitas,
kelarutan, densitas, laju disolusi dan ketersediaan hayati. Perubahan pada bentuk pseudopolimorf
tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor mekanis (seperti proses granulasi, penggilingan, pemberian
tekanan) dan faktor lingkungan (seperti peningkatan suhu dan kelembaban). Penelitian dilakukan
dengan mengamati transformasi hidrat pada siprofloksasin base (SB) dan siprofloksasin HCl (SH) setelah
dipanaskan pada suhu 100°C serta pengaruh berbagai komposisi pelarut metanol air terhadap bentuk
hidrat yang dihasilkan. Karakterisasi sampel dilakukan dengan analisis elektrotermal, pengamatan
mikroskop, FTIR, DSC, serta PXRD. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemanasan pada suhu 100°C
pada SB dan SH menghasilkan transformasi menjadi bentuk anhidrat dengan waktu pemanasan yang
berbeda yaitu pemanasan selama 3 jam untuk SB dan selama 2 jam untuk SH. Rekristalisasi SB dan SH
dengan berbagai komposisi pelarut menghasilkan bentuk kristal jarum. Bahan awal SB merupakan
bentuk monohidrat sama seperti rekristalit metanol 20%, sedangkan dalam metanol 80% dan 50%
menjadi bentuk hemihidrat. Hasil rekristalisasi SH dengan metanol dan air menghasilkan bentuk
monohidrat, sedangkan pada metanol 50% menghasilkan bentuk seskuihidrat.