ABSTRAK Hilman Nasrulloh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Tes sensitivitas antibiotik perlu dilakukan sebelum pengobatan tuberkulosis demi
meminimalisir kemunculan kasus resistensi antibiotik baru, namun metode standar
umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 5 hingga 16 hari. Hal ini
disebabkan karena waktu pertumbuhan M. tuberculosis yang sangat lambat. Pendekatan
genomik memiliki potensi dijadikan sebagai alternatif metode standar tes sensitivitas
dan dapat dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 48 jam. Pendekatan ini didukung
keberadaan metode baru Whole Genome Shotgun Sequencing yang memungkinkan
sekuens genom M. tuberculosis diperoleh dari sampel tubuh pasien secara langsung
dalam kurun waktu sekitar 24 jam. Pendekatan ini juga didukung dengan metode
analisis yang semakin berkembang untuk menganalisis genom dalam skala besar
seperti Pangenome, Genome-Wide Association Study (GWAS), dan Machine Learning.
Dengan mempertimbangkan potensi yang ada, penelitian ini mengembangkan prediktor
proof of concept untuk memprediksi resistensi antibiotik pada M. tuberculosis—
khususnya ethambutol, isoniazid, dan rifampin yang merupakan first-line antibiotics—
menggunakan metode GWAS, pangenome, dan machine learning. Sebanyak 669 sampel
genom M. tuberculosis beserta hasil uji tes sensitivitasnya yang diperoleh dari Bacterial
and Viral Bioinformatics Resource Center (BV-BRC) digunakan pada penelitian ini.
GWAS berbasis case-control study dilakukan menggunakan Linear Mixed Model (LMM)
untuk menentukan asosiasi kehadiran k-mers dengan resistensi antibiotik. Kehadiran kmers
yang terasosiasi signifikan digunakan untuk training model prediksi menggunakan
CatBoost. Model prediksi diintegrasikan ke alur pra-pemrosesan yang didesain
menyerupai tiap langkah sebelumnya pada penelitian ini untuk mentransformasi
sekuens genom baru menjadi matriks kehadiran k-mers yang siap digunakan oleh model
prediksi. Prediktor berhasil dikembangkan dengan performa prediksi evaluasi metrik
Receiver Operating Characteristic Area Under Curve (ROC-AUC) dengan skor 92% untuk
ethambutol, 95% untuk isoniazid, dan 93% untuk rifampin menunjukan prediktor baik
untuk digunakan. Kedepannya, metode ini mungkin digunakan untuk memprediksi
genotipe baru yang berasosiasi dengan resistensi antibiotik tertentu, dan meningkatkan
akurasi diagnosis satu atau bahkan lebih genotipik resistensi dalam waktu singkat.