digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rika Savitri
PUBLIC Open In Flip Book Perpustakaan Prodi Arsitektur

Fenomena budaya berhuni di tepian Sungai Kapuas sudah mentradisi sangat lama dan menjadi cara masyarakat setempat mengenali keunikan karakter tempatnya, Kota Pontianak. Keunikan budaya bermukim dan permukiman ini telah menarik minat pemerintah untuk mengembangkannya menjadi destinasi wisata. Namun, selama ini belum pernah ada upaya untuk memahami karakter dan budaya bermukim mereka secara utuh. Penelitian ini mengkaji dan menjelajahi arsitektur, permukiman, dan budaya bermukim di tepian Sungai Kapuas tersebut dengan tujuan untuk memahami keutuhan dari permukiman, budaya bermukim, dan arsitektur di permukiman Bansir Laut. Penelitian dilakukan dengan tujuan, 1) mengidentifikasi karakteristik permukiman, budaya bermukim, dan arsitektur, 2) mengidentifikasi fenomena perubahan yang terjadi, 3) memahami prospek keberlanjutan dari permukiman Bansir Laut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif eksploratif-deskriptif. Penelitian dilakukan dalam 5 tahap, yang terdiri atas tahap persiapan, tahap pengambilan data, tahap deskripsi, tahap analisis, dan tahap penyimpulan. Lingkup penelitian dibatasi oleh objek penelitian berupa permukiman tepian sungai pada segmen permukiman Bansir Laut, Kota Pontianak. Dalam perjalanannya, ditemukan fakta bahwa permukiman Bansir Laut sudah berproses selama lebih dari empat abad dan mengalami degradasi sejak tahun 1970. Struktur dermaga yang disebut gertak merupakan elemen signifikan pembentuk permukiman, dengan arsitektur yang representatifnya yaitu rumah besa’. Permukiman ini berproses melalui lima tonggak sejarah perubahan, yaitu 1) masa VOC dan aglomerasi hunian di Bantaran Kapuas (sebelum tahun 1771), 2) masa kekuasaan Kesultanan Qadriyah (1771-1900), 3) masa berdikari pasca keterikatan formal dengan Kesultanan Qadriyah (1900-1942), 4) masa kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan (1942-1965), dan 5) masa permukiman Bansir Laut modern (setelah tahun 1969). Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu 1) arsitektur di permukiman Bansir Laut merupakan budaya bermukim masyarakat Melayu Pontianak kebanyakan yang mengakar tapi tengah mengalami degradasi, 2) permukimannya merupakan perwujudan budaya bermukim dinamis yang berproses selama kurang lebih 4 abad di bantaran Kapuas dan kini tegan bertransformasi ke dalam lingkungan modern, 3) fitur penting yang memberi karakter pada pembentukan permukiman adalah dermaga buatan VOC yang kini populer disebut gertak, 4) arsitekturnya telah berevolusi, menerima pengaruh perbendaharaan tipologi arsitektur Melayu dan melahirkan tipologi rumah besa’ yang menandai awal perkembangan permukiman yang terintegrasi, 5) tren peristiwa nuronkan rumah atau daur ulang rumah besa’ menjadi rumah inti yang terjadi sejak tahun 1970 menandai peristiwa disrupsi budaya bermukim akibat terusiknya tradisi jejaring perdagangan, dan modernisasi yang menyebabkan masalah penurunan kualitas permukiman. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai rujukan pertimbangan untuk perkembangan pariwisata Kota Pontianak yang saat ini sedang marak mengusung tema “waterfront city”. Hasil eksplorasi ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai dasar pertimbangan membangun citra dan identitas permukiman tepian air Sungai Kapuas melalui sektor pariwisata