Fenomena budaya berhuni di tepian Sungai Kapuas sudah mentradisi sangat lama
dan menjadi cara masyarakat setempat mengenali keunikan karakter tempatnya,
Kota Pontianak. Keunikan budaya bermukim dan permukiman ini telah menarik
minat pemerintah untuk mengembangkannya menjadi destinasi wisata. Namun,
selama ini belum pernah ada upaya untuk memahami karakter dan budaya
bermukim mereka secara utuh. Penelitian ini mengkaji dan menjelajahi arsitektur,
permukiman, dan budaya bermukim di tepian Sungai Kapuas tersebut dengan
tujuan untuk memahami keutuhan dari permukiman, budaya bermukim, dan
arsitektur di permukiman Bansir Laut. Penelitian dilakukan dengan tujuan, 1)
mengidentifikasi karakteristik permukiman, budaya bermukim, dan arsitektur, 2)
mengidentifikasi fenomena perubahan yang terjadi, 3) memahami prospek
keberlanjutan dari permukiman Bansir Laut. Penelitian dilakukan dengan
pendekatan kualitatif eksploratif-deskriptif. Penelitian dilakukan dalam 5 tahap,
yang terdiri atas tahap persiapan, tahap pengambilan data, tahap deskripsi, tahap
analisis, dan tahap penyimpulan. Lingkup penelitian dibatasi oleh objek penelitian
berupa permukiman tepian sungai pada segmen permukiman Bansir Laut, Kota
Pontianak.
Dalam perjalanannya, ditemukan fakta bahwa permukiman Bansir Laut sudah
berproses selama lebih dari empat abad dan mengalami degradasi sejak tahun 1970.
Struktur dermaga yang disebut gertak merupakan elemen signifikan pembentuk
permukiman, dengan arsitektur yang representatifnya yaitu rumah besa’.
Permukiman ini berproses melalui lima tonggak sejarah perubahan, yaitu 1) masa
VOC dan aglomerasi hunian di Bantaran Kapuas (sebelum tahun 1771), 2) masa
kekuasaan Kesultanan Qadriyah (1771-1900), 3) masa berdikari pasca keterikatan
formal dengan Kesultanan Qadriyah (1900-1942), 4) masa kemerdekaan hingga
pasca kemerdekaan (1942-1965), dan 5) masa permukiman Bansir Laut modern
(setelah tahun 1969). Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu 1)
arsitektur di permukiman Bansir Laut merupakan budaya bermukim masyarakat
Melayu Pontianak kebanyakan yang mengakar tapi tengah mengalami degradasi,
2) permukimannya merupakan perwujudan budaya bermukim dinamis yang
berproses selama kurang lebih 4 abad di bantaran Kapuas dan kini tegan
bertransformasi ke dalam lingkungan modern, 3) fitur penting yang memberi
karakter pada pembentukan permukiman adalah dermaga buatan VOC yang kini
populer disebut gertak, 4) arsitekturnya telah berevolusi, menerima pengaruh
perbendaharaan tipologi arsitektur Melayu dan melahirkan tipologi rumah besa’
yang menandai awal perkembangan permukiman yang terintegrasi, 5) tren
peristiwa nuronkan rumah atau daur ulang rumah besa’ menjadi rumah inti yang
terjadi sejak tahun 1970 menandai peristiwa disrupsi budaya bermukim akibat
terusiknya tradisi jejaring perdagangan, dan modernisasi yang menyebabkan
masalah penurunan kualitas permukiman. Penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi sebagai rujukan pertimbangan untuk perkembangan pariwisata Kota
Pontianak yang saat ini sedang marak mengusung tema “waterfront city”. Hasil
eksplorasi ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai dasar pertimbangan
membangun citra dan identitas permukiman tepian air Sungai Kapuas melalui
sektor pariwisata