Wayang sebagai seni yang bermutu tinggi (adiluhung), mampu menyampaikan pesan-pesan
moral keutamaan hidup. Seni budaya wayang memiliki kemampuan “hamot, hamong dan
hamemangkat” (menerima, menyaring dan menjadikan sesuatu yang baru) yang berarti
menerima masukan budaya lain, walau tidak serta merta diserap namun disaring terlebih
dahulu dan dapat diangkat menjadi nilai baru yang sesuai bagi perkembangan wayang itu
sendiri. Upaya pengembangan seni pewayangan saat ini tentunya membutuhkan tantangan
tersendiri dalam menyajikan kebudayaan klasik tersebut dalam kondisi masa kini khususnya
kepada generasi Z yang mempunyai selera visual berbeda dan mempunyai beberapa sifat-sifat
khas yang secara fisik ekuivalen dengan digital, selalu terdepan dalam tren dan kompetisi, serta
senang melakukan pekerjaan do it yourself. Generasi muda yang hidup di kota-kota besar
seperti Jakarta bila ingin melihat dan mengenal wayang dapat mengunjungi Museum Wayang
merupakan bentuk perhatian pemerintah dalam hal ini Pemda DKI Jakarta dalam pelestarian
budaya tradisional wayang yang terletak di bilangan Kota Tua, Jakarta Pusat. Salah satu koleksi
unggulan di Museum Wayang adalah wayang kulit purwa gaya Surakarta yang juga diakui
UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Wayang sebagai salah satu warisan tradisi hidup yang
intangible lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia ternyata telah menarik
perhatian dunia. Bahasan dari penelitian ini adalah perancangan wayang model baru yang
dilakukan Museum Wayang kepada khalayak sasaran anak-anak. Pengunjung anak-anak
hampir mendominasi jumlah total pengunjung setiap tahunnya. museum mempunyai peluang
besar untuk mengenalkan wayang kepada mereka. Struktur wayang kulit secara konsep
diciptakan dinamis untuk digerakkan dan dimainkan, namun memiliki keberjarakan selera
visual dan dalam penataan ruang pamer konsep artefak wayang sebagai media yang dinamis
tidak dirasakan ruhnya. Naskah lakon Babad Wanamarta yang menggambarkan perjuangan
Pandawa diusia remaja dalam memperjuangkan cita-citanya menjadi inspirasi perancangan
wayang model baru ini. Pada lakon Babad Wanamarta tokoh Pandawa tergolong masih belia
dan menggunakan wanda Jaka Suwarno. Untuk mencapai tujuan perancangan wayang model
baru, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mix method). Di dalam
metode penelitian campuran ini menggunakan penggabungan data kualitatif dan kuantitatif.
Metode penelitian kualitatif membantu pengumpulan data primer terhadap jenis-jenis wayang
beserta ciri-ciri anatomi dan asesori busana melalui dokumentasi, observasi dan deep interview
dengan ahli wanda wayang, pengrajin wayang, ketua Museum Wayang dan khalayak sasaran
anak-anak. Ditemukan hal-hal menarik bahwa Pandawa lima termasuk dalam tiga jenis wayang
berbeda yaitu katongan (Puntadewa dan Permadi), bambangan (Pinten dan Tangsen) dan
dugangan (Bratasena). Pada jenis katongan dan bambangan menggunakan ciri-ciri anatomi
wajah yang sama dengan fakor pembeda pada gelungan rambut dan asesori busana yang
dikenakan. Penelitian lebih berupa penelitian interpretatif dengan menafsirkan data-data yang
didapatkan di lapangan. Setelah mendapatkan pemahaman struktur anatomi wayang purwa,
maka dilanjutkan tahapan eksperimen berkarya untuk menciptakan konsep wayang model baru
yang terinspirasi dari cerita Babad Wanamarta dengan tokoh protagonis Pandawa, untuk
kemudian dapat diuji cobakan kepada khalayak sasaran untuk mendapatkan data kuantitatif.
Kemudian setelah mengumpulkan data kualitatif dan data kuantitatif, menganalisanya secara
terpisah, dan kemudian membandingkan hasil temuan tersebut untuk saling mengonfirmasi.
Sebagai temuan akhir adalah wayang Eblek interaktif dalam lakon Babad Wanamarta
berbentuk permainan menyusun panel adegan yang dilakukan secara mandiri oleh anak-anak
secara berkelompok. Konsep wayang Eblek tersebut dapat diaplikasikan pada pameran
temporer di dalam Museum dan pertunjukan interaktif ke sekolah-sekolah sebagai media
pendukung program pendidikan luar museum. Rancangan wayang Eblek interaktif merupakan
bentuk kritik terhadap konsep Museum Wayang saat ini dan berperan sebagai wahana untuk
mengembalikan ruh akar budaya wayang kepada generasi muda yang selama ini tercerabut dan
terpenjarakan dalam kotak-kotak kaca dalam museum. Wayang Eblek merupakan strategi tata
kelola wayang di Museum Wayang yang dilakukan secara utuh dan terintegrasi sehingga secara
intangible dapat meningkatkan brand awareness terhadap museum itu sendiri.