Pergeseran makna sosial melalui desain Siger Sunda merupakan fenomena yang
tidak terlihat namun terasa keberadaannya dalam aktivitas tata rias pengantin adat
Sunda. Makna tersebut nampak pada nilai eksistensi. Secara objek, nilai eksistensi
tersebut bergeser dari pemakai di kalangan bangsawan Sunda menjadi digunakan
oleh masyarakat Sunda biasa. Sebagai wujud dari pergeseran tersebut sejak
tahun 1970an, desain Siger Sunda mengalami dinamisasi bentuk hingga
2010an.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik
sumber, interpretasi, dan historiografi. Adapun pendekatan analisis wacana
digunakan untuk membedah bentuk-bentuk simbolik pada sebuah objek.
Analisis wacana menggali objek dengan cara melakukan analisis pada
tindakan yang mendasari pola perilaku manusia dalam komunikasi lisan
maupun tertulis. Secara kualitatif, dalam analisis wacana terdapat cara
mengombinasikan setiap interaksi melalui berbagai simbol. Interaksi tersebut
bertujuan menampilkan identitas sosial yang berlaku pada sebuah kelompok
masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pergeseran tatanan sosial
dalam kehidupan bangsawan Sunda yang nampak pada desain Siger Sunda.
Hasil penelitian ini menunjukan Siger Sunda awalnya muncul sebagai simbol
status sosial tertinggi di tengah masyarakat Sunda. Kemudian, memasuki
masa kontemporer kedudukan bangsawan bergeser. Hal tersebut berpengaruh
pula terhadap pemakaian Siger Sunda yang mengalami standardisasi. Standar
tersebut dapat dianalisis dari segi bahan yang digunakan, berat, bentuk, dan
ornamen. Standardisasi tersebut muncul berdasarkan kesepakatan antara
perias individu, organisasi profesi perias pengantin Sunda, dan pemerintah
Orde Baru