digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pembangunan sistem transportasi kereta api perkotaan dan Transit-Oriented Development (TOD) memiliki potensi penciptaan nilai akibat adanya peningkatan aksesibilitas perkotaan dan aglomerasi berbagai jenis kegiatan sehingga dapat mempengaruhi perubahan harga lahan dan properti di sekitar area simpul transportasi. Kenaikan nilai lahan dan properti dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah, khususnya dalam mengembangkan skema LVC (Land Value Capture) yang pada saat ini mulai banyak dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu skema alternatif dalam pendanaan infrastruktur transportasi. Kota Bandung pada saat ini memiliki rencana pembangunan LRT (Light Rail Transit) Bandung, namun belum dapat terealisasikan akibat kendala finansial. Penelitian terhadap dampak pembangunan sistem transportasi kereta api perkotaan dan TOD telah banyak dilakukan, namun belum banyak penelitian terkait estimasi perubahan harga lahan dan properti yang dapat terjadi di masa mendatang, khsususnya dalam proyek pembangunan LRT Bandung. Identifikasi estimasi perubahan harga lahan dan properti dilakukan dengan menggunakan studi kasus percontohan, yaitu MRT (Mass Rapid Transit) Jakarta dan LRT Jabodebek yang merupakan sistem transportasi kereta api perkotaan serupa yang telah ada di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga lahan dan properti menggunakan analisis konten terhadap penelitian-penelitian terdahulu terkait model harga hedonis pada studi kasus serupa yang selanjutnya digunakan dalam mengidentifikasi model perbedaan harga lahan dan properti menggunakan analisis Propensity Score Matching (PSM), serta mengidentifikasi model harga dan estimasi perubahan harga lahan dan properti menggunakan analisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil analisis PSM, wilayah di Kota Jakarta yang telah memiliki sistem transportasi kereta api perkotaan memiliki ratarata harga lahan per m2 dan harga properti per m2 yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan wilayah di Kota Bandung yang memiliki karakteristik serupa. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dengan menggunakan model robust, terdapat total 11 (sebelas) variabel yang dapat mempengaruhi harga lahan per m2 dan harga properti keseluruhan pada lahan terbangun dan tidak terbangun, yaitu jarak ke stasiun atau TOD terdekat, peruntukan lahan, luas lahan, luas bangunan, jarak ke gerbang tol terdekat, jarak ke CBD, jarak ke RS terdekat, jarak ke SD terdekat, jarak ke SMA terdekat, jarak ke pusat hiburan atau komersialii terdekat, dan jarak ke area rekreasi/wisata/pusat olahraga terdekat. Keberadaan sistem transportasi kereta api perkotaan dan TOD sendiri secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan harga lahan per m2 dan harga properti keseluruhan baik pada lahan terbangun dan tidak terbangun. Berdasarkan perhitungan prediksi regresi dari model harga hedonis yang telah didapatkan, terdapat peningkatan rata-rata harga lahan per m2 sebesar 94% dan peningkatan rata-rata harga properti sebesar 65% pada lahan terbangun, serta terdapat peningkatan rata-rata harga lahan per m2 sebesar 169% dan peningkatan rata-rata harga properti sebesar 51% pada lahan tidak terbangun pada area TOD di sekitar rencana pembangunan Stasiun LRT Bandung yang dapat terjadi hingga rentang hingga 4 (empat) tahun setelah LRT Bandung resmi beroperasi dan dapat menjadi pertimbangan dalam penetapan skema LVC kedepannya.