digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Antipsikotik merupakan terapi farmakologi utama untuk skizofrenia. Penggunaan antipsikotik sebagai penanganan skizofrenia berkaitan erat dengan biaya kesehatan karena skizofrenia merupakan psikopatologi yang berat, kronis dan biasanya membutuhkan terapi farmakologi seumur hidup. Dari sudut pandang pemerintah sebagai penyelenggara asuransi kesehatan nasional, gangguan ini mengambil porsi biaya pelayanan kesehatan yang cukup besar. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah penghematan seperti memilih antipsikotik yang cost effective. Penelitian ini bertujuan membandingkan antara penggunaan monoterapi dengan kombinasi antipsikotik dari segi efektivitas antipsikotik serta biaya yang dikeluarkan selama perawatan di rumah sakit untuk menentukan antipsikotik paling cost effective. Penelitian ini merupakan studi farmakoekonomi dengan menggunakan metode cost effectiveness analysis yang dilakukan secara retrospektif pada pasien skizofrenia rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat selama periode Juni-Desember tahun 2014. Kemudian, dilakukan perhitungan probabilitas menggunakan decission tree dan dilakukan perhitungan nilai incremental cost effective ratio (ICER) untuk mendapatkan rekomendasi antipsikotik yang cost effectiveness. Berdasarkan hasil penelitian, jenis terapi antipsikotik yang digunakan pada fase akut dan fase tenang di Rumah Sakit Jiwa tersebut adalah monoterapi second generation antipsychotic (SGA), monoterapi first generation antipsychotic (FGA), terapi kombinasi SGA, terapi kombinasi FGA serta terapi kombinasi FGA dan SGA. Berdasarkan keefektifan jenis terapi antipsikotik, monoterapi SGA paling efektif dibandingkan dengan jenis terapi lainnya karena memiliki hari bebas gejala yang lebih panjang dibandingkan dengan jenis terapi lainnya baik pada fase akut maupun fase tenang. Dari segi biaya yang dikeluarkan, monoterapi SGA merupakan terapi paling murah dibandingkan dengan jenis terapi lainnya baik pada fase akut maupun fase tenang. Berdasarkan analisis ICER, pada fase akut jenis monoterapi SGA lebih cost effective dibandingkan dengan terapi kombinasi SGA, kombinasi FGA serta kombinasi FGA dan SGA , dengan nilai ICER sebesar –Rp 350.478 yang terletak di kuadran II. Sedangkan Pada Fase tenang penggunan monoterapi SGA lebih efektif dibandingkan dengan terapi kombinasi SGA serta terapi kombinasi FGA dan SGA, dengan nilai ICER sebesar –Rp 230.589 yang terletak di kuadran II. Berdasarkan hasil studi ini didapatkan bahwa jenis terapi yang paling efektif berdasarkan analisis ICER pada fase akut dan fase tenang adalah monoterapi SGA.