Ruang kota adalah pengejawantahan budaya dari banyak gagasan yang berasal dari warga yang
menempatinya, sekaligus menghidupinya. Dialektika dan dialog antara manusia dengan ruang,
yang memunculkan konfigurasi ruang secara fisik material, maupun konsep mengenai ruang
sebagaimana dikonstruksi secara sosial, adalah spasialitas. Spasialitas sebagai suatu bentuk
geokritisisme adalah abstraksi dari berbagai interaksi rumit yang terjadi dalam ruang tersebut.
Karena spasialitas dibangun oleh subyek, dan subyek ini bergender, maka spasialitas juga menjadi
bergender. Dalam perspektif feminis, ruang kemudian menjadi satu wahana krusial dalam
konstruksi gender.
Membaca konstruksi gender dalam ruang membutuhkan perspektif yang sensitif terhadap
permasalahan gender. Perspektif yang menarik untuk digunakan adalah konsep fluiditas yang
digagas oleh filsuf feminin terkemuka dari Perancis Luce Irigaray. Proyek utama Irigaray adalah
untuk menggugat pengucilan perempuan dalam sejarah filosofi, teori psikoanalisis, dan
kebahasaan struktural, yang bermuara pada kritik terhadap konsepsi tradisional mengenai gender,
diri, dan tubuh. Fluiditas Irigaray adalah konsep yang merujuk kepada (1) logika yang dibangun
oleh kehadiran subyek yang berbeda, atau oposisi antara dikotomi maskulin yang terstruktur dan
rigid dengan logika feminin yang cair dan lentur; (2) proses men-Jadi (becoming) yang menerus
dari subyek perempuan dan laki-laki yang mengeksplorasi perbedaan dan kebaruan; (3) sebuah
bahasa yang berbeda, bersifat puitis, mempertanyakan, bermain-main, tak mudah ditangkap
(elusive), disertai penggunaan imajeri yang ekstensif, untuk menjaga agar pemikiran dan batasan
tetap cair; serta (4) eksplorasi atas segala perbedaan lain (termasuk juga perbedaan antara
perempuan yang satu dengan yang lain, atau relasi yang berbeda antar subyek).
Dalam penelitian ini, fluiditas memiliki konsekuensi langsung bagi arsitektur, ruang urban, dan
pengalaman urban. Dalam konteks spasial, fluiditas merentang dari ruang privat hingga ruang
sosial di mana pertukaran yang cair dimungkinkan. Fluiditas juga merujuk kepada sifat ambigu
yang dikandung oleh konfigurasi spasial tertentu yang disebut ruang liminal. Ruang liminal adalah
ruang yang digunakan sebagai ambang, atau berfungsi sebagai ruang transisi antara status atau
peran sosial tertentu, berdasarkan konsep liminalitas yang dikembangkan oleh van Gennep dan
Turner dalam antropologi. Sebagai suatu ambang, ruang liminal mengandung kemungkinan yang
tak terbatas. Ruang liminal adalah persimpangan, namun sekaligus juga pusat. Ruang liminal
adalah ruang tempat sebuah pengalaman bermula, sekaligus juga sebagai tempat yang tak di manamana.
Penelitian ini bermaksud untuk melakukan penjelajahan teoritis spekulatif mengenai konsep
fluiditas yang digagas oleh Luce Irigaray, untuk kemudian dikaitkan dengan spasialitas di ruang
liminal urban di Indonesia kontemporer. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengkaji
kemungkinan penerapan konsep fluiditas Irigaray sebagai sebuah perspektif dalam menelaah
ruang urban kontemporer, dengan menggunakan aneka permasalahan spasialitas di ruang liminal
urban di Indonesia sebagai ilustrasi; (2) Melakukan refleksi kritis terhadap konsep fluiditas
Irigaray sebagai sebuah perspektif dalam pembacaan spasialitas di ruang liminal urban Indonesia.
Penelitian menggunakan metode hermeneutika kritis sebagai alat untuk melakukan interpretasi
atas konsep fluiditas dalam konteks ruang liminal urban. Proses analisis dilakukan dengan
menggunakan metode ilustratif di mana kasus yang relevan dipilih sebagai ilustrasi dari konsep
yang sedang dibahas.
Pembahasan dalam penelitian ini dilakukan dalam tema sebagai berikut: (1) kelenturan dalam
interioritas ruang liminal; (2) porositas batas dan perbatasan; (3) perbedaan dan toleransi:
permasalahan tubuh ketiga; (4) ruang yang ditiadakan: informalitas dalam ruang dan proses
meruang; (5) pengalaman transformatif dalam perjalanan.
Dalam bagian terakhir dilakukan kritik sebagai sebuah refleksi kritis atas konsep fluiditas Irigaray
yang diletakkan dalam rona spasial, khususnya dalam konteks ruang liminal urban Indonesia.
Kritik dilakukan dengan menyajikan kontribusi, prospek, kekuatan, dan keterbatasan dari konsep
ini saat digunakan sebagai sebuah perspektif dalam melakukan interpretasi atas ruang urban dalam
konteks yang spesifik seperti ruang urban Indonesia, dan ditutup dengan sebuah Catatan Akhir.