Kegiatan pembangunan gedung merupakan salah satu kegiatan yang dapat menyebabkan
global warming. Apabila kegiatan konstruksi tidak berubah menjadi ramah lingkungan, pada 2050
konsentrasi CO2 diperkirakan mencapai 500 ppm. Selain itu, kegiatan konstruksi memiliki angka
kecelakaan kerja yang tinggi yaitu 32% apabila dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja konstruksi
yang hanya 5% dari total tenaga kerja di Indonesia. Kegiatan konstruksi juga memiliki nilai ekonomi
yang meningkat, paralel dengan jumlah kegiatan konstruksi gedung. Oleh karena itu, untuk menekan
dampak negatif tersebut agar tidak lebih berbahaya karena kegiatan konstruksi yang selalu meningkat,
maka dilakukan konstruksi berkelanjutan. Konstruksi berkelanjutan adalah pendekatan dalam
melaksanakan rangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menciptakan suatu fasilitas fisik yang memenuhi
tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan pada saat ini dan pada masa yang akan datang, serta memenuhi
prinsip berkelanjutan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan konsep
konstruksi berkelanjutan dalam proyek gedung dan mengetahui hambatan yang dihadapi dalam usaha
penerapan konstruksi berkelanjutan untuk proyek gedung. Dari keseluruhan proyek tersebut, didapatkan
besarnya penerapan indikator konstruksi berkelanjutan adalah 82%. Beberapa faktor yang paling utama
dalam penerapan konstruksi berkelanjutan adalah meninjau dampak finansial dan ekonomi untuk
perusahaan konstruksi, menggunakan sumberdaya lokal, dan mengukur efisiensi dalam keberlangsungan
konstruksi untuk aspek ekonomi. Untuk aspek sosial adalah perhatian pada K3 pekerja di lokasi kerja,
memberikan fasilitas untuk pekerja, dan hubungan dengan masyarakat dan untuk aspek lingkungan yaitu
efisiensi energi, kesehatan lingkungan kerja tahap konstruksi, dan efisiensi air. Besarnya penerapan
konstruksi berkelanjutan oleh keseluruhan proyek adalah 71.45% dimana nilai tersebut tidak dapat
dibandingkan dengan patokan tertentu karena belum adanya penilaian khusus di Indonesia. Dari
persentase yang belum mencapai 100% tersebut, penerapan aspek ekonomi sudah sebesar 93.63%, aspek
sosial sebesar 82.86%, dan aspek lingkungan sebesar 59.24%. Berdasarkan rata rata sebesar 71.45%
tersebut, terdapat beberapa objek penelitian yang masih belum mencapai persentase diatas rata-rata
diantaranya Gedung 1 yang dibangun PT Adengan 70.49%, Gedung 2 yang dibangun PT CA dengan
65.9%, dan Gedung 3 yang dibangun oleh D dengan persentase sebesar 66.37%. Sedangkan Gedung 4
yang dibangun PT F dan Gedung 5 yang dibangun PT Asudah diatas rata-rata persentase penerapan
konstruksi berkelanjutan yaitu 85.73% dan 76.13%.Dari wawancara, diketahui bahwa hambatan dalam
menerapkan konstruksi berkelanjutan secara umum adalah dari segi owner, material untuk gedung,
kemampuan pekerja, ketidaksediaan bahan bakar alternatif, belum adanya teknologi mendukung, tidak
semua pihak sadar, kondisi alam tidak mendukung, serta peraturan yang berbeda tiap daerah.
Perpustakaan Digital ITB