digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Inkulturasi sebagai proses pengintegrasian iman kristiani ke dalam budaya setempat merupakan isu yang diperbincangkan setelah Konsili Vatikan II. Saat ini, studi tentang inkulturasi arsitektur gereja Katolik membahas hal-hal yang terkait dengan pembacaan elemen fisik bangunan, namun belum ada yang membahas proses inkulturasi nilai kristiani yang universal ke dalam arsitektur lokal. Studi ini mengkaji tulisan fiksi dan non fiksi karya Mangunwijaya, tulisan orang-orang yang pernah terlibat dalam karya Mangunwijaya, serta wawancara kepada para tukang dan mahasiswa yang membantu Mangunwijaya dalam praktik arsitektur. Pandangan Mangunwijaya sebagai rohaniwan, arsitek, dan orang Jawa menjadi titik tolak pembahasan tentang proses inkulturasi pada gereja Katolik lokal di Jawa Tengah. Selanjutnya pemikiran Mangunwijaya ditelusuri perwujudannya pada karya desain bangunan gereja melalui analisis gambar perancangan, foto bangunan, serta kunjungan ke lapangan dan pengamatan terhadap penggunaan ruang oleh umat. Perwujudan inkulturasi arsitektur gereja Katolik ke dalam budaya Jawa mencakup empat konsep, yaitu keterbukaan dan keakraban gereja, nilai humanis gereja, partisipasi umat yang berhimpun, dan simbol-simbol nilai religius dan nilai lokal. Masing-masing konsep tersebut diwujudkan Mangunwijaya pada setiap gerejanya, tetapi dengan ekspresi yang beragam sesuai dengan konteks bangunannya. Keterbukaan dan keakraban gereja terwujud dalam tampak yang terbuka dan tidak menonjol, bangunan yang horizontal, penggunaan warna-warna alami dan netral, dan suasana pencahayaan seperti di dalam rahim. Nilai humanis gereja terwujud dalam tata ruang dan sirkulasi yang memperhatikan aspek psikologi umat. Partisipasi umat yang berhimpun terwujud dalam pengaturan perabot yang fokus mengarah ke altar. Simbol-simbol nilai religius dan nilai lokal terwujud dalam penempatan gambar dan patung kudus, ornamen, pola tekstur, pemanfaatan bangunan eksisting, dan pemanfaatan material bekas.