PT Jakarta Cakratunggal Steel Mills (PT JCSM) adalah salah satu produsen baja tulangan beton di Indonesia. Saat ini, PT JCSM sedang menghadapi masalah tingginya persentase cacat billet berkelanjutan dengan jenis cacat yang berbeda disetiap kurun waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh kurang memadainya fasilitas produksi di PT JCSM. Selain itu, terdapat permasalahan pada budaya pelaporan produksi disebabkan oleh ketidaktercapaian target cacat billet.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran gap antara tingkat kecanggihan technoware (mesin dan peralatan) aktual dan tingkat kecanggihan technoware standar serta gap antara tingkat humanware (kompetensi operator) aktual terhadap humanware standar dan memberikan usulan solusi yang sesuai.
Metode pengukuran yang digunakan adalah metode pengukuran tingkat kecanggihan komponen teknologi technoware dan humanware yang mengadopsi metodologi QFD (Quality Function Deployment). Berdasarkan metode tersebut, terdapat tiga tahapan utama yang dilakukan. Tahap pertama adalah pengukuran tingkat kecanggihan pada persyaratan SNI. Pada tahap ini, dilakukan penetapan standar output produk sebagai customer needs and benefits dan penetapan proses produksi sebagai technical response. Kemudian dilakukan penilaian korelasi antara customer needs and benefits dengan technical response dan penentuan tingkat teknologi standar oleh pakar. Tahap kedua merupakan langkah pengukuran tingkat kecanggihan teknologi di industri.
Tahap ketiga adalah pengukuran kesiapan technoware dan humanware di industri dalam memenuhi persyaratan SNI. Pada tahap ini, dilakukan perhitungan planning matrix dan technical matrix. Planning matrix terdiri dari tujuh variabel yang menunjukkan upaya pemenuhan komponen teknologi di industri terhadap standar produk. Technical matrix terdiri dari enam variabel yang menunjukkan efektivitas performansi proses produksi dalam usaha pemenuhan target syarat mutu. Berdasarkan hasil pengukuran pada tehnical matrix, diketahui untuk komponen technoware terdapat sembilan proses produksi yang tidak memenuhi standar. Selanjutnya melalui analisis gap, analisis kontribusi dan pareto dilakukan penetuan tiga prioritas perbaikan proses produksi yaitu proses tempcore, proses alloying, pemeriksaan sampel dan suhu yang memiliki kumulatif kontribusi hingga 69,9%. Berdasarkan prioritas perbaikan proses produksi, diusulkan pembuatan file pencatatan best practice pada proses tempcore dan proses alloying dan investasi pada mesin SSC liquid sampler untuk proses pemeriksaan sampel dan suhu.
Sedangkan untuk komponen humanware terdapat dua proses produksi yang tidak memenuhi standar yaitu proses pemeriksaan sampel dan suhu dan proses pemotongan billet. Usulan solusi untuk kedua proses tersebut adalah dengan mengadakan pelatihan operator.
Perpustakaan Digital ITB