digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak_Dian Arumningtyas.pdf
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

COVER Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

BAB 1 Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

BAB 2 Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
Terbatas Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB

BAB 3 Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
Terbatas Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB

BAB 4 Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
Terbatas Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB

BAB 5 Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
Terbatas Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB

BAB 6 Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
Terbatas Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB

PUSTAKA Dian Arumningtyas (NIM: 17013009)
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Rumah Seni Cemeti dan Selasar Sunaryo Art Space merupakan dua tempat yang menjadi pionir dalam menginisiasi program seniman bermukim di Yogyakarta dan Bandung. Setelah berjalan selama 20 tahun sejak kegiatan tahunan Bursaries for Artists, kini Rumah Seni Cemeti telah menyelenggarakan lebih dari 20 program seniman bermukim sejak program pertamanya, Landing Soon, di tahun 2006 lalu. Selasar Sunaryo Art Space pun ikut berpartisipasi dalam program UNESCO-ASCHBERG sejak tahun 2001, dan kemudian menginisiasi program seniman bermukim pertamanya di tahun 2011. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data wawancara ke beberapa narasumber dan studi literatur dari publikasi cetak dan katalog program seniman bermukim di Yogyakarta dan Bandung, serta membatasi dirinya pada pelaksanaan program seniman bermukim HotWave #2, HotWave #3, dan Transit #1 yang didasari oleh pemilihan tahun 2011, dimana kedua ruang seni tersebut sama-sama memiliki program seniman bermukim untuk pertama kalinya. Berdasarkan analisa penelitian, karakteristik khas yang utama yang muncul dalam kedua program ini adalah bagaimana setiap ruang berupaya untuk membongkar praktik kekaryaan seniman partisipan; Rumah Seni Cemeti melanggar batas ruang fisik melalui eksplorasi tema dan topik yang lebih melibatkan masyarakat, sedangkan Selasar Sunaryo Art Space mencoba menyelami sisi terdalam seniman partisipan untuk kemudian perenungannya mampu menghasilkan karya hasil negosiasi dari pembiasaan dan referensi baru. Pola tata kelola Rumah Seni Cemeti yang cenderung organik memberikan keleluasaan bagi setiap program untuk dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Dimana Selasar Sunaryo Art Space yang tidak membuka diri terhadap rekrutmen staf baru, cenderung memiliki rantai koordinasi yang panjang dan tidak membuka peluang pelatihan bagi pekerja seni muda yang ingin belajar mengelola program seniman bermukim. Setelah disarikan dari penemuan kecenderungan kedua ruang seni penyelenggara program seniman bermukim, dapat terlihat adanya sembilan aspek yang dapat membedakan program seniman bermukim, yang meliputi penyelenggara program, proses penerimaan peserta, basis praktik berkarya—studio-based atau community-based, basis distribusi informasi—mentorship, lecture, in-house curator, atau diskusi mandiri, pendanaan, durasi, masa tinggal dan ketentuan bermukim, hasil akhir masa mukim, dan keterlibatan pihak lain di luar penyelenggara dan partisipan. Dalam aspek manajerial, ditemukan lima kategori kerja yang berbeda dalam pelaksanaan program seniman bermukim, antara lain perencanaan, perihal SDM dan beban kerja; koordinasi antar pos, perihal partisipan, dan pengontrolan. Sedangkan lima aspek yang bisa mengukur kelengkapan pelaksanaan program seniman bermukim adalah pemenuhan kebutuhan dasar, pengelolaan peserta; pengarsipan dokumen program, pelaksanaan kerja manajerial; dan pelengkap program. Penemuan ini berdasar pada idealtype yang muncul dari program HotWave #2, HotWave #3, dan Transit #1 di tahun 2011. Harapannya penelitian ini mampu menjadi titik tolak pembentukan tipologi program seniman bermukim sebagai sebuah program pengembangan seniman atau praktisi seni lainnya.