digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kurkumin merupakan suatu senyawa fenol yang secara alami terdapat di dalam tanaman suku Zingiberaceae, seperti kunyit (Curcuma longa). Efek terapi dari kurkumin cukup luas, mulai dari efek antioksidan, antiinflamasi, hepatoprotektor, anti-diabetes, terapi fibrosis, dan kanker. Keterbatasan pada pengembangan agen terapi dari kurkumin adalah karena kelarutannya yang sangat rendah di dalam air dan ketersediaan hayatinya yang rendah. Pada penelitian ini, dilakukan formulasi untuk mengatasi keterbatasan senyawa kurkumin menjadi bentuk sediaan nanoemulsi menggunakan komposisi yang sudah dikembangkan pada penelitian sebelumnya yang terdiri dari castor oil sebagai fase minyak. Sebagai surfaktan dan kosurfaktan berturut-turut digunakan kremofor RH40 dan PEG 400. Serangkaian karakterisasi baik fisika, kimia, maupun stabilitas sediaan kurkumin nanoemulsi dilakukan untuk memastikan keberhasilan pengulangan formula tersebut. Selain itu, dilakukan pencarian nilai IC50 serta kajian interaksi sediaan nanoemulsi kurkumin secara in vitro pada beberapa waktu inkubasi. Pengamatan interaksi nanoemulsi pada sel secara in vitro dilakukan menggunakan mikroskop konfokal. Beberapa lini sel yang digunakan adalah lini sel model untuk sel kanker karsinoma dan fibrosis. Nanoemulsi kurkumin terbentuk secara spontan dengan efisiensi penjerapan 89,022 ± 0,036 %. Hasil karakterisasi nanoemulsi menunjukkan terbentuknya suatu sistem penghantaran yang stabil, dengan ukuran globul 36,83 ± 9,64 nm; indeks polidispersitas 0,278 ± 0,113; dan potensial zeta -0,92 mV. Uji stabilita dilakukan selama 14 hari dan disimpan pada suhu ruang. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa nanoemulsi kurkumin tidak mengalami perubahan sifat fisika yang bermakna. Nilai IC50 dari nanoemulsi kurkumin ditentukan secara in vitro pada sel 3T3/NIH, MCF-7, dan MDA-MB dengan reagen MTS serta dibandingkan dengan bentuk larutan kurkumin dalam DMSO. Hasilnya menunjukkan bahwa nanoemulsi kurkumin (IC50 = 68,568±2,811 µg/mL) memiliki efek sitotoksik yang lebih baik dibandingkan larutan kurkumin (IC50 = 76,981±3,457 µg/mL) pada sel 3T3/NIH dan berbeda bermakna secara statistik (p < 0,05). Selain itu juga, dilakukan uji kemampuan penetrasi sel pada sel MCF-7 dengan mikroskop konfokal. Pewarnaan inti sel dilakukan dengan pewarna DAPI sedangkan kurkumin dapat berpendar tanpa senyawa label. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat indikasi adanya kemampuan kurkumin dalam nanoemulsi dan kurkumin dalam larutan DMSO untuk menembus membran sel baik pada inkubasi selama 3 jam maupun 6 jam. Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa nanoemulsi kurkumin telah berhasil dibuat menggunakan formula yang sudah dikembangkan sebelumnya. Adanya pendaran hijau pada dan di sekitar inti sel dari hasil pengamatan mikroskop konfokal memberikan kesimpulan awal kurkumin dalam bentuk nanoemulsi dan dalam larutan DMSO mempunyai kemampuan berinteraksi dengan lini sel yang diuji.