Permasalahan eceng gondok (Eichhornia Crassipes) yang memenuhi permukaan Waduk Cirata harus segera diselesaikan. Selama ini pengelola waduk berupaya mengangkat tanaman tersebut dari atas waduk, dan diperoleh 8-12 ton eceng gondok per hari yang hanya menjadi limbah. Pemanfaatan limbah ini diperlukan, dan salah satu metode yang ditawarkan adalah menggunakan torefaksi basah agar dapat menghasilkan bahan bakar padat dan pupuk cair yang dapat dijual sehingga memberi keuntungan bagi pengelola.
Torefaksi basah merupakan proses termokimia dengan menggunakan air sebagai medium pada temperatur dan tekanan tinggi. Pada penelitian ini dilakukan variasi parameter proses berupa temperatur dan waktu tinggal untuk mendapatkan kondisi operasi optimum pada rentang temperatur 150 oC, 175 oC dan 200 oC serta waktu tinggal 0 dan 30 menit. Produk padatan hasil torefaksi basah diukur nilai kalornya menggunakan kalorimeter bom, sedangkan produk cairan diukur makronutrisinya menggunakan NPK meter. Dari dua produk tersebut dilakukan optimasi agar mendapatkan produk dengan kandungan NPK yang memenuhi standar dan kebutuhan energi yang rendah. Selain itu, aplikasi proses torefaksi basah juga ditinjau dari aspek teknoekonomi yang merupakan gabungan dari peninjauan aspek energi dan aspek ekonomi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi operasi optimum adalah pada temperatur 200 oC dan waktu tinggal 0 menit. Proses torefaksi basah eceng gondok menghasilkan nilai kalor padatan setara batu bara kelas sub bituminus C dan kandungan NPK cairan yang memenuhi standar Kementerian Pertanian. Pada aspek energi, proses ini mengalami defisit sehingga memerlukan pasokan energi tambahan berupa bahan bakar padat. Namun demikian jika ditinjau dari aspek ekonomi, penjualan pupuk dapat menghasilkan keuntungan hingga Rp. 21.246.928 per proses. Hal ini membuktikan bahwa proses torefaksi basah dapat diaplikasikan di Waduk Cirata untuk mengolah eceng gondok menjadi bahan bakar padat dan pupuk cair.
Perpustakaan Digital ITB