Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium sp. Penyakit ini memiliki prevalensi tinggi di provinsi Papua dengan jumlah penderita sekitar 320.000 di tahun 2015. Pengobatan malaria yang sebelumnya dilakukan adalah dengan terapi obat anti malaria berbasis Artemisinin Combination Therapy (ACT). Akan tetapi, terapi obat ini tidak efektif mengatasi malaria oleh karena Plasmodium terus mengubah bentuk protein yang ditinggalkan pada eritrosit yang terinfeksi. Kondisi ini menyebabkan parasit resisten terhadap obat antimalaria, sehingga peralihan penggunaan ACT berpindah menggunakan terapi vaksin menjadi hal yang harus dilakukan. Pada sisi lain, vaksin pada fase blood stage ataupun sporozoite stage yang sedang dikembangkan saat ini belum ada yang efektif mengatasi penyakit malaria. Hal ini disebabkan karena tingginya polimorfisme pada genom Plasmodium sp., terutama pada daerah yang mengkode protein permukaan Plasmodium. Merozoite Surface Protein 1 (MSP1) pada Plasmodium falciparum adalah protein permukaan yang berperan dalam proses invasi pada eritrosit manusia melalui interaksi reseptor protein Glycophorin A dan sialic acid pada eritrosit dengan ligan Reticulocyte Binding Proteins (RBP) dan Duffy Adhesion Protein (DAP) pada merozoit. MSP1 dapat dijadikan target untuk menjadi antigen spesifik dan diprediksi daerah epitopnya yang nantinya dipakai untuk pengembangan diagnostik dan terapi vaksin malaria. MSP1 terdiri atas 17 blok, yakni 5 blok konservatif (1, 3, 5, 12, dan 17) atau 5 blok semi konservatif (7, 9, 11, 13, dan 15), dan 7 blok sangat variatif (2, 4, 6, 8, 10, 14, dan 16) setiap blok bersifat dimorfis, dan telah ditandai sebagai alel K1 dan MAD20. Pengecualian hanya terdapat pada blok 2, karena terdapat 3 alel di dalamnya, antara lain K1, MAD20 dan RO33. Polimorfisme genetik dan variasi alel berimplikasi pada tingkat keparahan pasien yang terinfeksi P. falciparum. Selain itu, polimorfisme MSP1 pada isolat khusus Jayapura belum banyak dilaporkan sehingga menarik untuk diidentifikasi lebih jauh dan diproyeksikan sebagai antigen spesifik. Oleh karena itu dalam penelitian ini kami menganalisis polimorfisme genetik sekaligus memetakan antigen MSP1 pada blok 2 P. falciparum. Dalam penelitian ini, sampel klinis pasien malaria yang diseleksi mengikuti metode consecutive sampling, pemeriksaan parasit malaria dengan sediaan darah pada objek gelas yang diamati melalui mikroskop. DNA P. falciparum diisolasi dari darah pasien positif malaria. Gen MSP1 blok 2 diamplifikasi dengan menggunakan metoda PCR dan dikloning menggunakan vektor pGEM-T Easy lalu ditransformasikan ke E.coli TOP’10. Penentuan koloni positif dilakukan dengan seleksi biru putih. Keberadaan DNA target dikonfirmasi dengan metoda koloni PCR dan DNA sekuensing, kemudian dilakukan analisis sekuen DNA melalui alignment serta pembentukan pohon filogenetik menggunakan software MEGA 6 dan analisis in silico menggunakan software Immune Epitope Database (IEDB) untuk memprediksi kandidat epitop Plasmodium falciparum. Sebanyak 15 sampel pasien telah diisolasi DNA genom Plasmodiumnya. Hasil amplifikasi PCR menunjukan ukuran gen target sebesar ± 1049 bp. Total 20 koloni berhasil didapatkan dari pasien-pasien tersebut. Hasil analisis alignment nukleotida MSP1 menunjukkan bahwa gen MSP1 yang berasal dari sampel pasien malaria terdistribusi dalam tiga kelompok alel yang berbeda antara lain alel K1(8), MAD20 (1), dan MSP1_Jayapura(11). Alel yang terdeteksi muncul paling sering adalah alel tunggal MSP1_Jayapura. Berdasarkan analisis statistik dengan metode Mann Whitney diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel jenis kelamin, usia, hingga densitas parasitemia terhadap variasi alel (Mann Whitney; U> 0.05), sedangkan untuk gejala simptomatik yang diuji dengan Chi Square test didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara gejala simptomatik yang dialami penderita malaria terhadap variasi alel yang terdeteksi (Chi Square; U 0.05). Pada penelitian ini telah didapatkan satu kelompok MSP1 Jayapura yang berbeda dengan alel yang telah diidentifikasi sebelumnya. Sementara itu, studi in silico menunjukkan bahwa terdapat kandidat epitop antigen baru yang berasal dari alel MSP1 Jayapura dan diprediksi akan dikenali oleh antibodi dengan panjang 17 asam amino pada urutan asam amino ke 187 sampai 203.
Perpustakaan Digital ITB