Proses produksi semen Portland pada suhu sekitar 1400 oC membutuhkan energi besar serta menghasilkan emisi gas CO2 sekitar 5-7% dari emisi gas CO2 global. Alternatif pengganti semen Portland dengan konsumsi energi dan emisi gas CO2 yang lebih rendah adalah geopolimer. Produksi geopolimer memanfaatkan reaksi antara bahan yang mengandung oksida alumino-silikat (misalnya limbah hasil pembakaran) dengan larutan alkali pada suhu rendah (di bawah 100 oC). Penelitian-penelitian mengenai aplikasi geopolimer sebagai pengganti semen Portland telah menunjukkan kekuatan mekanik yang tinggi, ketahanan terhadap suhu tinggi/rendah dan kondisi asam/basa, serta pengurangan emisi CO2 hingga 90%. Selain itu produksi geopolimer dari limbah padat telah berpotensi mengurangi beban lingkungan dengan biaya produksi yang lebih rendah 10-30%.
Bahan-bahan baku geopolimer adalah material alumino-silikat, baik berupa mineral alam maupun limbah padat. Mineral alam yang telah banyak dipelajari untuk pembuatan geopolimer adalah kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O) dan kaolin terkalsinasi atau metakaolin (Si2O5,Al2O2). Adapun limbah padat yang mengandung oksida alumino-silikat seperti abu terbang, terak (slag), dan abu biomassa juga dapat digunakan sebagai bahan baku geopolimer. Abu hasil pembakaran bambu, seperti halnya abu biomassa lainnya, berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku geopolimer. Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi karena bambu mempunyai nilai kalor setara dengan kayu serta merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan umur 3-5 tahun dan sulit terdekomposisi secara alami. Kandungan senyawa alkali yang cukup tinggi pada abu bambu akan meningkatkan risiko terjadinya sintering dan pembentukan terak pada proses pembakaran. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut dapat ditambahkan aditif seperti kaolin yang dapat meningkatkan titik leleh abu biomassa.
Penggunaan abu bambu sebagai bahan baku geopolimer hingga saat ini belum pernah dilakukan sehingga menarik untuk dipelajari. Abu bambu tersebut dapat dicampur dengan metakaolin karena kaolin sebagai sumber metakaolin tersedia banyak di Indonesia. Pencampuran dapat dilakukan mulai dari bahan bambu dan kaolin yang kemudian dikalsinasi sehingga bambu menjadi abu bambu dan kaolin menjadi metakaolin dalam suatu proses pembakaran bersama. Produk pembakaran bersama kemudian direaksikan dengan aktivator alkali untuk membentuk geopolimer. Kondisi operasi proses pembakaran maupun kondisi sintesis geopolimer perlu dipelajari untuk memperoleh geopolimer dengan kekuatan mekanik dan ketahanan terhadap lingkungan berat yang baik. Pemanfaatan bambu dan kaolin sebagai bahan baku geopolimer diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap upaya untuk memperoleh pengganti semen Portland yang ramah lingkungan.
Tujuan secara umum dari penelitian yang dilakukan adalah membuat geopolimer sebagai pengganti semen Portland yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya mineral alam, serta memanfaatkan ulang bahan limbah biomassa yang tersedia di Indonesia, yaitu kaolin dan abu bambu. Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, meliputi persiapan bahan baku geopolimer, pembuatan geopolimer dan optimasi geopolimerisasi, karakterisasi geopolimer di lingkungan berat, serta kajian mikrostruktur dan mekanisme geopolimerisasi.
Hasil Penelitian Tahap I menunjukkan bahwa bambu dapat digunakan sebagai sumber energi. Pembakaran bersama bambu dengan kaolin sebagai aditif dapat mengurangi risiko terjadinya sintering dan pembentukan terak pada proses pembakaran serta produknya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan geopolimer. Hasil optimasi kondisi operasi dalam sintesis geopolimer dari produk pembakaran bersama bambu dan kaolin pada Penelitian Tahap II menunjukkan bahwa penggunaan aktivator alkali campuran larutan KOH 10 N dan larutan NaSilikat (perbandingan massa 1:2) serta waktu pematangan pada 60 oC selama 8 jam dapat menghasilkan geopolimer dengan kuat tekan rata-rata pada 28 hari sebesar 35,6 MPa (lebih besar dari kuat tekan mortar minimal berdasarkan ASTM C270, yaitu sebesar 17,2 MPa). Geopolimer dari produk pembakaran bersama bambu dan kaolin tersebut telah menunjukkan ketahanan dalam lingkungan asam dan suhu tinggi yang relatif baik berdasarkan hasil Penelitian Tahap III. Uji ketahanan dalam larutan H2SO4 5 % hingga suhu 80 oC selama 6 minggu terhadap mortar geopolimer menunjukkan sedikit perubahan tampilan visual dengan penurunan massa dan penurunan kuat tekan yang lebih kecil dibandingkan mortar semen Portland, yaitu 4,9 % dan 23,3 %. Karakterisasi termal dengan analisis termogravimetri terhadap geopolimer menunjukkan bahwa geopolimer akan mengalami proses dehidrasi, densifikasi oleh viscous sintering, dan densifikasi lebih lanjut jika terpapar suhu tinggi hingga 1000 oC dengan kehilangan massa sebesar 19,5 %. Kajian mikrostruktur dengan analisis FTIR, XRD, dan SEM pada Penelitian Tahap IV menunjukkan bahwa baik geopolimer dari produk pembakaran bersama bambu dan kaolin maupun geopolimer dari campuran abu bambu dan metakaolin yang dikalsinasi secara terpisah mempunyai mikrostruktur yang relatif sama dengan mekanisme geopolimerisasi yang sama walaupun terdapat perbedaan mikrostruktur pada bahan baku. Mekanisme geopolimerisasi secara teoritis yang diusulkan melalui tahapan-tahapan: pelarutan aluminat dan silikat dari material alumino-silikat oleh ion hidroksida, pembentukan gel dan reorganisasi, serta polimerisasi dan pengerasan.
Perpustakaan Digital ITB