Bandung merupakan kota dengan perkembangan yang terpusat,
yang menyebabkan terkonsentrasinya pertumbuhan ekonomi perkotaan sehingga orientasi penduduk ke dalam kota sangat tinggi. Ledakan migrasi penduduk yang tinggi menuntut kelayakan sarana dan prasarana yang memadai. Sekarang ini, pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan seperti perumahan, pengelolaan persampahan, jaringan air minum, Instalasi pengolahan air minum, Instalasi pengolahan air buangan dan drainase belum mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk yang timbul. Untuk mengatasi kondisi ini, ditetapkan strategi pengembangan wilayah yang dikenal dengan konsep Bandung Raya dengan prinsip dasar pengembangan “Dekonsentrasi Planologis”. Prinsip tersebut bertujuan meningkatkan keunggulan komparatif kota-kota kecil di sekitar Bandung dengan mengambil alih fungsi ekonomis kota Bandung yang telah dipikul sendiri. Dengan konsep ini diharapkan kota-kota kecil di sekitar Bandung dapat menjadi sembrani tandingan yang dapat menangkal arus konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi di kota Bandung. Kota Baru Parahyangan merupakan sebuah Kota Mandiri yang berlokasi di Padalarang dengan luas 1250Ha yang direncanakan dapat berfungsi sebagai sembrani tandingan bagi kota Bandung sehingga harus dilengkapi dengan sarana pengolahan air limbah yang memadai yang mampu mengimbangi pertambahan debit air limbah akibat pertumbuhan populasi yang akan timbul. Pada kondisi eksisting, pengolahan air buangan di titik beratkan pada pengolahan secara individu di lokasi kegiatan menggunakan septic tank dan biofilter dikarenakan tidak adanya lahan yang secara khusus diperuntukan bagi Instalasi Pengolahan Air Limbah secara terpusat (IPAL). Effluen yang dihasilkan dari septic tank diolah oleh biofilter lalu efluen yang dihasilkan masuk ke saluran drainase menuju ke sungai–sungai terdekat sebagai badan air penerima. Hal ini kurang menguntungkan ditinjau dari aspek ekonomi dan kualitas efluen. Sistem pengolahan gabungan antara IPAL dan pengolahan individu diharapkan dapat lebih ekonomis dan menghasilkan efluen dengan TSS dan BOD5 sebagai parameter utama yang memenuhi baku mutu menurut KepMenLH No.112 tahun 2003. Direncanakan akan dibangun dua buah IPAL yang akan melayani wilayah barat dan timur yang dibangun dalam satu tahap pembangunan. IPAL direncanakan akan menggunakan proses biologis modifikasi lumpur aktif berupa Kontak Stabilisasi. Proses Kontak Stabilisasi ditentukan berdasarkan pertimbangan ekonomi dimana Kontak Stabilisasi memiliki nilai present value of annual cost yang paling kecil diantara alternatif lain yang diajukan. Unit-unit yang digunakan pada IPAL ini antara lain bar screen dan grit chamber sebagai pengolahan primer, tangki kontak, tangki stabilisasi dan clarifier sebagai pengolahan sekunder, gravity thickener dan belt filter press sebagai pengolahan lumpur dan bak klorinasi sebagai unit desinfeksi. Total biaya yang diperlukan untuk membangun IPAL ini adalah sekitar Rp. 23,5 milyar.
Perpustakaan Digital ITB