digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Astigmatisme adalah kelainan mata yang dicirikan dengan perubahan kelengkungan kornea. Akibat perubahan kelengkungan kornea, bayangan objek tidak jatuh pada satu titik temu sehingga membuat penglihatan kabur. Apabila tidak cepat terdeteksi, astigmatisme berisiko menyebabkan berkembangnya kelainan mata yang lain. Untuk mendeteksi astigmatisme, perlu dilakukan pemetaan terhadap informasi kelengkungan kornea. Berbagai macam metode pemetaan kelengkungan kornea telah dikembangkan, salah satunya adalah metode fotokeratoskopi. Fotokeratoskopi merupakan metode topografi kornea yang menggunakan pola cincin konsentris yang disebut pola Placido. Refleksi pola Placido pada kornea diteliti, baik secara manual maupun terotomasi.Simetrisitas dan konsistensi jarak antarcincin adalah properti penting dalam diagnosis astigmatisme dengan fotokeratoskopi. Pada kornea sehat, pola Placido menghasilkan refleksi yang simetris dengan jarak antarcincin yang konsisten. Pada tugas akhir ini, dilakukan pengembangan purwarupa fotokeratoskop dan penelitian terhadap standar refleksi pola Placido pada kornea sehat. Penelitian dilakukan terhadap karakter refleksi dari 10 jenis pola Placido pada 9 sampel kornea sehat dan 2 sampel kornea astigmatik. Algoritma pemrosesan citra meneliti dua properti, yaitu (1) koefisien korelasi K yang menggambarkan simetrisitas refleksi, dan (2) jarak antarcincin zr yang menggambarkan konsistensi jarak antarcincin. Dari 10 pola uji, pola B2 merupakan pola terbaik dengan K > 0,5 untuk kornea sehat dan K < 0,5 untuk kornea astigmatik. Pola B2 juga menghasilkan keluaran data jarak antarcincin dengan koefisien variasi di bawah 20%. Adapun pola yang paling tidak sensitif terhadap kelainan kelengkungan kornea adalah pola B3, dengan rata-rata K kornea sehat (K = 0,625) lebih besar daripada rata-rata K kornea astigmatik (K = 0,751). Dengan pola B2, diperoleh daya optis rata-rata kornea sehat sebesar +55,560 ± 1,202 D. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan daya optis dengan purwarupa bersifat presisi, namun masih mengandung galat terhadap standar kelengkungan kornea sehat, yaitu +46 D. Untuk menggeser nilai daya optis agar sesuai dengan standar kelengkungan kornea sehat, digunakan fkoreksi = 0,828, sehingga dihasilkan daya optis rata-rata kornea sehat sebesar +46,000 ± 0,999 D. Dari segi perangkat keras maupun perangkat lunak, purwarupa fotokeratoskop masih memerlukan perbaikan. Akan tetapi, dengan uji algoritma simetrisitas yang berhasil dan hasil perhitungan daya optis yang presisi, disimpulkan bahwa purwarupa fotokeratoskop ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut.