digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Weeaboo merupakan orang non Jepang yang terobsesi dengan dunia budaya Jepang. Dari hasil penelitian awal ditemukan bahwa memahami karakteristik weeaboo sangat penting dilakukan karena berimplikasi pada munculnya gap antara produk budaya populer Jepang yang disediakan dengan ekspektasi weeaboo sebagai konsumen. Penelitian ini hanya berfokus pada analisis perilaku konsumen weeaboo yang didapat dari identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya dan proses pengambilan keputusan pembelian terhadap produk-produk budaya populer Jepang. Penelitian ini menggunakan model Stimulus-response Kotler dan Keller untuk membantu analisis data. Metode naratif digunakan dalam penelitian ini dan wawancara mendalam merupakan cara untuk pengumpulan data. Sedangkan untuk menginterpretasikan data yang diperoleh menggunakan data analisis komponen-komponen: Interaktif model dari Miles dan Hubermen. Budaya menonton anime dan mengunjungi event Jepang menjadi pemicu weeaboo dalam membeli produk-produk budaya populer Jepang yang ditunjukkan dengan pembelian produk anime seperti kaos, jaket, tas, anime figure, pin, gantungan kunci, dan poster. Pembelian produk budaya populer Jepang itu juga merupakan representasi kepribadian dan konsep diri seorang weeaboo di kelompok acuan mereka. Karakteristik weeaboo yang bervariasi berimplikasi pada pengelompokkan target penjualan yang dapat mengatasi masalah ketidaksesuaian produk yang disediakan dengan produk yang diharapkan weeaboo sebagai konsumen. Penelitian menemukan bahwa klasifikasi weeaboo berdasarkan perilaku pembeliannya didasarkan atas lima kategori yaitu weeaboo Japanese pop culture, weeaboo Japanophile, weeaboo J-fashion, weeaboo cosplayer dan weeaboo Sultan. Penelitian ini menyarankan agar penjual produk budaya populer Jepang harus mencermati perilaku pembelian weeaboo bermotif rasional dan emosional yang secara tidak langsung berdampak pada strategi pemasaran. Selain itu pembuatan produk harus selalu up to date terhadap anime-anime terbaru dan optimalisasi promosi di Instagram dan Facebook dikarenakan perubahan perilaku konsumen yang lebih banyak mencari informasi produk di media sosial.