digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pemerintah Indonesia masih memiliki keterbatasan terhadap hal penyediaan dana, sehingga masih mengandalkan pinjaman untuk penyediaan dana / modal bagi pembangunan infrastruktur. Negara pemberi (donor) atau pemberi pinjaman modal (lender) memiliki peraturan sendiri yang bersifat mengikat dalam proses pengadaan jasa konstruksi. Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga memiliki peraturan mengenai pengadaan jasa konstruksi yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010. Proyek Pengembangan ITB Tahap III merupakan salah satu proyek dengan pendanaan dari pihak asing yaitu Jepang yang berupa pinjaman. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan masalah yang dapat terjadi yaitu potensi konflik antara kepentingan Pemerintah Indonesia dengan negara pemberi pinjaman (Jepang-JICA) dalam penerapan peraturan pengadaan jasa konstruksi pada Proyek Pengembangan ITB Tahap III. Metode yang digunakan adalah metode perbandingan (komparatif) antara Perpres Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010 dengan Guidelines Japan International Cooperation Agency (JICA). Hasil analisis dari perbandingan berupa potensi konflik yang dapat terjadi akibat perbedaan antar kedua aturan tersebut. Pengadaan jasa konsultan terbagi dua yaitu pengadaan jasa konsultansi badan usaha dan perorangan. Potensi konflik yang terjadi pada pengadaan jasa konsultansi badan usaha antara lain kesempatan terbatas kepada penyedia jasa konsultan yang memenuhi batas kualifikasi dan tidak adanya tahap penjelasan yang berpengaruh kepada pengisian dokumen seleksi dan ketidaktahuan peserta mengenai tata cara pengisian atau ketidakjelasan pada dokumen seleksi. Potensi konflik yang terjadi pada pengadaan jasa konsultansi badan usaha dan perorangan yaitu lamanya waktu dalam penyerahan dokumen penawaran pengadaan jasa konsultan yang menyebabkan biaya (cost) pelaksanaan pengadaan jasa konsultan semakin besar, dan tidak adanya proses sanggahan yang membuat konflik tidak mendapatkan solusi terbaik.