digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Beban wilayah metropolitan yang terlampau berat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi perkembangan aktivitas-aktivitas di dalamnya sehingga diperlukan pengalihan beberapa peranan wilayah metropolitan tersebut ke wilayah di sekitarnya yang berkapasitas lebih memadai. Wilayah di sekitar atau di luar metropolitan yang secara fisik lingkungan dan sosial ekonomi memungkinkan untuk menerima pengalihan peranan dan terintegrasi dengan wilayah inti, dalam hal ini wilayah metropolitan, disebut sebagai wilayah peri-urban. Salah satu gejala yang terjadi di Indonesia adalah perpindahan pusat pertumbuhan ekonomi dari wilayah metropolitan Jabodetabek ke wilayah peri-urban di Kabupaten Bekasi yaitu berupa perpindahan kegiatan industri yang dapat memacu peningkatan laju perekonomian dan perluasan kesempatan kerja. Dampak yang ditimbulkan dari fenomena ini yaitu peningkatan jumlah tenaga kerja yang ada di wilayah ini sebagai pendukung kegiatan produksi. Urbanisasi tenaga kerja industri ke daerah sekitar kawasan industri pun tidak dapat dihindari. Banyaknya tenaga kerja migran akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan tempat tinggal di daerah sekitar kawasan industri. Kebutuhan dan kemampuan mereka untuk mendapatkan tempat tinggal tersebut tentunya tidak lepas dari kesinambungan pekerjaan yang digeluti oleh tenaga kerja, khususnya tenaga kerja migran. Kesinambungan pekerjaan tersebut salah satunya bergantung pada sistem produksi yang diterapkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Sistem produksi yang awalnya bersifat tersentralisasi mulai bergeser menjadi terdesentralisasi atau dikenal dengan istilah subkontrak. Sistem produksi subkontrak ini berdampak pada penerapan sistem kerja kontrak kepada tenaga kerjanya. Dengan diterapkannya sistem kerja kontrak tersebut diduga akan berdampak terhadap perubahan pola tempat tinggal pekerjanya karena hubungan kerja yang bersifat sementara memungkinkan pekerja melakukan perpindahan tempat tinggal dalam waktu yang relatif singkat seiring berakhirnya masa kontrak kerja di perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dikhawatirkan akan menghasilkan pemadatan penghunian pada daerah permukiman yang membuka jalan ke arah kumuhnya daerah permukiman yang bersangkutan. Ditambah lagi dengan diterapkannya sistem kerja kontrak bagi tenaga kerja industri memungkinkan pekerja melakukan perpindahan tempat tinggal terus menerus dalam jangka pendek yang dikhawatirkan akan memperluas daerah permukiman kumuh tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi pola tempat tinggal pekerja kontrak di wilayah peri-urban dengan metode pendekatan studi kasus dan pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ternyata pola tempat tinggal pekerja kontrak tidak jauh berbeda dengan pola tempat tinggal pekerja pada umumnya. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat memberikan gambaran karakteristik pekerja kontrak beserta pola tempat tinggalnya, dimana hal ini dapat menjadi masukan bagi pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan tentang perencanaan dan penataan ruang wilayah terkait kawasan permukiman untuk pekerja industri.