Sungai Citarum adalah sungai besar yang mengalir di Propinsi Jawa Barat dan merupakan sumber air yang sangat penting bagi masyarakat Jawa Barat. Untuk memanfaatkan potensi air sungai Citarum ini dibangun waduk kaskade Citarum yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Waduk Djuanda/Jatiluhur.
Waduk Saguling dan waduk Cirata merupakan waduk single‐purpose dan dikelola oleh pihak PLN dengan orientasi pemaksimalan produksi energi sebagai salah satu sumber utama pembangkitan listrik Jawa‐Bali. Waduk Djuanda merupakan waduk multi‐purpose dan dikelola oleh Perum Jasa Tirta II dengan orientasi pemaksimalan produksi air baku untuk irigasi dan keperluan lainnya.
Perkembangan jumlah penduduk dan meluasnya kawasan pemukiman dan industri ditambah konflik kepentingan yang disebabkan perbedaan orientasi yang digunakan oleh masing‐masing manajemen waduk penyusun sistem waduk kaskade Citarum mengakibatkan produksi akan air baku dan energi tidak mencukupi kebutuhan yang ada. Oleh karena itu diperlukan rencana alokasi air yang dapat memberikan produksi air baku dan energi yang berimbang sehingga kekurangan produksi dapat diminimalkan.
Berdasarkan apa yang telah dipelajari penulis dalam program studi magister RMI ITB, pengembangan rencana alokasi air baku dengan berdasarkan metode AHP (Analythical Hierarchi Process) dapat digunakan sebagai alternatif perencanaan alokasi air baku eksisting dan diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Konsep utama pengembangan rencana dan aktual alokasi air baku berdasarkan metode AHP adalah pertama‐tama dilakukan kajian pada rencana alokasi air baku eksisting untuk lebih memahami konsep alokasi air yang digunakan pada waduk kaskade Citarum. Rencana alokasi air baku yang dikaji adalah rencana alokasi air baku tahun 2008 dengan ketersediaan tahun kering karena data yang diperlukan sudah lengkap sehingga trade‐off lebih mudah terlihat.
Setelah dilakukan kajian kemudian dilakukan survey dan wawancara pada pihak yang berkepentingan dalam perencanaan alokasi air waduk Citarum untuk mendapatkan nilai trade‐off produksi air baku dan energi yang paling optimal bagi pihak pengelola. Hasil survey kemudian dimasukkan ke dalam program Expert Choice dan nilai trade‐off yang didapat kemudian dimasukkan dalam model trade‐off waduk kaskade Citarum yang telah terlebih dahulu dikembangkan oleh Azmeri ST., MT., untuk mendapatkan rencana alokasi air baku yang baru.
Hasil alokasi air baku rencana berbasis AHP ini kemudian dibandingkan dengan alokasi rencana eksisting untuk melihat perbaikan produksi air baku dan energi yang ada.
Perbaikan rencana bulanan dilakukan dengan membandingkan grafik volume rencana alokasi air baku eksisting dengan rencana alokasi air baku AHP. Sementara perbaikan produksi air baku dan energi dapat dilihat dengan memplotkan shortage yang terjadi pada masing‐masing rencana kemudian dilakukan analisis berdasarkan hasil perbaikan produksi tersebut.
Untuk lebih lengkapnya, juga dilakukan penyusunan rencana alokasi dengan orientasi pemaksimalan energi dan air baku yang juga dibandingkan dan dianalisis dengan rencana alokasi AHP ini.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pengembangan rencana alokasi air baku berdasarkan metode AHP lebih baik daripada rencana alokasi air baku eksisting. Hal ini karena rencana alokasi air baku berdasarkan metode AHP lebih dapat mewakili keinginan pihak manajemen pengelola alokasi air baku Citarum. Perbaikan produksi air baku dan energi tentunya diharapkan dapat membantu meminimalkan krisis air baku dan energi yang terjadi terutama pada tahun‐tahun yang akan datang.
Perpustakaan Digital ITB