digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Infrastruktur air bersih dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia, termasuk didalamnya akses terhadap sarana air bersih, jamban, dan sarana pembuangan air limbah. Penyediaan air bersih dan sanitasi berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang terjadi. Kota Bandung sebagai salah satu kota berkembang tidak lepas dari permasalahan ini. Studi dilakukan untuk melihat tingkat aksesibilitas masyarakat Kota Bandung terhadap air bersih dan sanitasi dan dihubungkan dengan tingkat pencemaran yang terjadi. Sarana air bersih yang paling banyak digunakan adalah ledeng, sumur pompa tangan, dan sumur gali. Ledeng merupakan sarana air bersih dengan presentase tingkat pencemaran paling rendah dibandingkan dengan sarana lainnya. Secara umum, tingkat kepemilikan sarana air bersih, jamban, dan SPAL di Kota Bandung telah cukup merata di 30 kecamatan, yaitu dengan presentase 78,21% untuk air bersih, 67,08% untuk jamban, dan 64,08% untuk SPAL. Persentase sarana yang memenuhi syarat juga telah cukup baik, yaitu 69,43% untuk air bersih, 82,24% untuk jamban, dan 84,83% untuk SPAL. Namun masih terdapat kecamatan yang memiliki aksesibilitas infrastruktur air bersih dan sanitasi yang masih rendah, yaitu Kecamatan Cinambo, Buahbatu, dan Bojongloa Kidul. Hal ini terjadi karena faktor-faktor sosial dan ekonomi. Kondisi sarana infrastruktur air bersih dan sanitasi yang telah cukup memadai di Kota Bandung masih belum dapat berkontribusi besar pada pengurangan tingkat pencemaran di Sungai Citarum karena masih banyak pembuangan limbah domestik yang dilakukan langsung ke badan air.