digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pesatnya pertumbuhan Kota Bandung telah mengakibatkan dipecahnya aktivitas pendidikan tinggi ke pinggir Kota Bandung melalui kebijakan penetapan Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) Jatinangor untuk mengurangi beban Kota Bandung. Kebijakan tersebut direalisasikan dengan relokasi empat universitas besar dari Kota Bandung, yaitu Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) pada tahun 1982, Universitas Padjajaran (UNPAD) pada tahun 1987, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada tahun 1989, dan terakhir Universitas Winaya Mukti (UNWIM) pada tahun 1991. Penetapan KPT tersebut mengubah Kecamatan Jatinangor yang dulunya merupakan perkebunan karet dan persawahan kini menjadi suatu kawasan yang padat. Pada tahun 2003, jumlah mahasiswa di Kota Jatinangor telah mencapai sekitar 37.566 orang (RUTR KPT Jatinangor 2000-2012). Perkembangan keempat universitas yang tergabung dalam KPT Jatinangor kemudian menyebabkan tumbuhnya kegiatan-kegiatan penunjang yang merespons kebutuhan mahasiswa, sebagai akibat dari tidak disediakannya kegiatan-kegiatan tersebut oleh pihak universitas. Karena pembangunan kegiatan-kegiatan penunjang tersebut merupakan investasi yang dianggap menguntungkan dan memiliki potensi pengembangan jangka panjang oleh swasta, permintaan akan lahan di wilayah sekitar KPT Jatinangor pun menjadi meningkat. Sesuai dengan mekanisme hukum pasar, peningkatan kebutuhan akan lahan sementara supply dari lahan itu sendiri bersifat tetap akan mengakibatkan terjadinya perubahan harga lahan. Dikaitkan dengan hal tersebut, yang menjadi masalah penelitian ini adalah tidak diketahuinya dinamika harga lahan di Kecamatan Jatinangor akibat akibat adanya Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui dinamika harga lahan di sekitar wilayah perguruan tinggi di Kecamatan Jatinangor. Studi ini mengidentifikasi dan memetakan perkembangan harga lahan yang terjadi di Kecamatan Jatinangor sejak sebelum dilakukannya relokasi terhadap universitas yang tergabung dalam KPT, yaitu tahun 1980, hingga tahun 2007. Dari pemetaan harga lahan itu, dapat dilihat wilayah-wilayah mana saja yang mengalami perubahan harga lahan setelah adanya universitas-universitas tersebut. Kemudian, studi ini mencoba mencari penyebab dari naiknya harga lahan tersebut, dengan mengidentifikasi keterkaitan antara harga lahan dengan salah satu aktivitas penunjang pendidikan tinggi yang muncul yaitu kamar sewa. Dari analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa harga lahan memiliki keterkaitan dengan jumlah kamar sewa pada wilayah yang merupakan pusat tempat tinggal mahasiswa yang paling padat di Jatinangor, yaitu wilayah yang berjarak sampai dengan sekitar 0,75 Km dari keempat universitas yang tergabung dalam KPT. Adanya keterkaitan antara harga lahan dengan kamar sewa tersebut menunjukkan bahwa perguruan tinggi mempengaruhi harga lahan di wilayah sekitarnya melalui aktivitas penunjang yang ditimbulkannya. Pengetahuan mengenai pengaruh Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT) terhadap dinamika harga lahan di Kecamatan Jatinangor ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk perencanaan kawasan-kawasan pendidikan selanjutnya, serta memberikan pemahaman bahwa ditetapkannya suatu wilayah menjadi suatu kawasan tertentu akan membawa pengaruh terhadap perubahan harga lahan di wilayah sekitarnya.