digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-COVER.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 1.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 2.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 3.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 4.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 5.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 6.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-BAB 7.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

2009 DIS GEDE SUANTIKA 1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC Rizki Aprianti

Metoda tomografi yang telah berhasil digunakan untuk mengungkap citra struktur litosfer bumi yang menunjam ke dalam lapisan mantel menggunakan gelombang gempa bumi tektonik global dicoba diterapkan di daerah yang lebih kecil yaitu daerah gunungapi. Selama ini, umumnya model bawah permukaan gunungapi dipelajari melalui petrologi, geokimia, geofisika, kimia air dan gas gunungapi, deformasi tubuh gunungapi, dan distribusi hiposenter serta mekanisme sumber gempa vulkanik. Penerapan metoda tomografi seismik di daerah gunungapi diharapkan dapat memberikan gambaran bawah permukaan secara lebih rinci sehingga dapat melengkapi model bawah permukaan lainnnya. Keberhasilan ini diharapkan dapat memberikan efek berantai dalam menentukan sifat fisis (physical properties) daerah anomali yang berguna dalam pemantauan (monitoring) dan peringatan dini (early warning) tingkat kegiatan gunungapi. Obyek studi ini adalah Gunung Guntur yang terletak 35 km di Tenggara kota Bandung dan dekat kota Garut. Alasan Gunung Guntur dipilih sebagai obyek penelitian adalah bahwa gunung ini sudah lama tidak meletus, seismisitasnya cukup tinggi, dan daerah sekitar Gunung Guntur mempunyai arti ekonomi penting bagi pariwisata alam di Kabupaten Garut sehingga meningkatkan risiko terjadinya bencana di daerah ini. Studi tomografi gunungapi di kompleks Gunungapi Guntur dilakukan dengan menggunakan sumber sinar gelombang yang berasal dari gempa vulkanik atau gempa mikro. Sinar gelombang dari sumber yang menjalar ke permukaan melalui medium batuan yang mempunyai sifat fisis tertentu direkam oleh jaringan stasiun gempa yang dipasang sekitar tubuh gunungapi. Karakteristik medium dapat digambarkan oleh parameter fisis seperti kecepatan dan penyerapan energi gelombang seismik. Dimensi struktur bawah permukaan diwakili oleh keberadaan anomali sifat fisis medium terhadap sifat fisis medium di sekitarnya. Dalam studi tomografi seismik peluruhan amplitudo gempa, waktu tempuh, dan waktu tiba gelombang P (tp) dan S(ts) dapat digunakan untuk mencitrakan struktur internal bumi melalui pemecahan persamaan linier untuk mendapatkan deviasi kecepatan (dV) dan atenuasi (Q-1) gelombang. Untuk mengetahui variasi sifat fisis medium baik secara vertikal maupun horisontal maka daerah penelitian berukuran 20x20x20 km3 diparameterisasi ke dalam elemen volume yang lebih kecil, yaitu 2x2x2 km3 sesuai dengan distribusi hiposenter dan stasiun gempa. Metodologi pengolahan data terdiri dari penentuan hiposenter menggunakan metode 3 lingkaran yang dilanjutkan dengan metode grid search untuk mendapatkan posisi yang lebih tepat. Deviasi kecepatan dan atenuasi diperoleh melalui inversi matriks menggunakan metode LSQR. Data masukan untuk inversi kecepatan adalah waktu tunda (δt) yang didefinisikan sebagai selisih antara waktu tempuh hasil observasi dengan waktu tempuh dari model kecepatan referensi. Sedangkan input untuk inversi atenuasi seismik berupa harga waktu tempuh terbobot ts* dan tp* yang diperoleh melalui perhitungan spectral fitting dan atenuasi diferensial (Δtsp*=ts*-tp*) yang diperoleh dengan perhitungan spectral ratio. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa metoda tomografi seismik dapat mengungkap struktur bawah permukaan melalui distribusi anomali dalam citra tomogram seperti deviasi kecepatan, atenuasi hasil spectral fitting, atenuasi hasil spectral ratio, Vp/Vs ratio, Poisson's ratio, dan bulk sound velocity. Zona anomali negatif secara konsisten terletak di bawah puncak Guntur dan kaldera Gandapura pada kedalaman 3-6 km di bawah elevasi referensi (1 km di atas permukaan laut dan sampai 2 km di bawah permukaan laut) dan di bawah kawah Kamojang pada kedalaman 6-8 km di bawah elevasi referensi (2-4 km di bawah permukaan laut). Elevasi referensi adalah ketinggian z=0 km terletak 4 km di atas permukaan laut. Zona tersebut diinterpretasikan mempunyai karakter fisis (physical properties) sebagai berikut: zona lemah, kurang kompak, panas, dan heterogen (berdasarkan tomogram deviasi negatif kecepatan), kompresibel atau anomali negatif pada bulk modulus lebih kuat dari pada shear modulus, kurang bersifat fluida (anomali negatif Vp/Vs ratio < 1,82 dan Poisson’s ratio < 0,28), dan kurang jenuh fluida (anomali negatif Qs/Qp > 1). Selanjutnya daerah anomali dapat diinterpretasikan sebagai keberadaan zona materi panas yang kemungkinan berasosiasi dengan sisa dapur magma dangkal dan atau merupakan daerah hancuran akibat kegiatan vulkanik dan tektonik di masa lalu.