digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-COVER.pdf

File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-BAB 1.pdf
File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-BAB 2.pdf
File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-BAB 3.pdf
File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-BAB 4.pdf
File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-BAB 5.pdf
File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-BAB 6.pdf
File tidak tersedia

2008 TA PP CHRISTMASTUTI NUR 1-PUSTAKA.pdf
File tidak tersedia

Penyakit degeneratif telah menjadi epidemi yang meluas di berbagai negara di seluruh dunia. Akibatnya hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun. Indonesia sebagai negara berkembang, merupakan salah satu negara dengan prevalensi penyakit degeneratif meningkat paling cepat, khususnya penyakit diabetes. Perlu diketahui bahwa penyakit diabetes merupakan penyakit ynag menimbulkan komplikasi paling serius seperti penyakit jantung, kerusakan ginjal, kerusakan lever, stroke, hingga kebutaan Jumlah penderita diabetes di Indonesia bertambah 150-200 orang setiap hari. Itu artinya, setiap enam menit, jumlah penderita diabetes bertambah satu orang. Pada tahun-tahun mendatang jumlah ini akan terus meningkat dengan prevalensi penderita yaitu orang-orang usia produktif di perkotaan.Penyakit degeneratif, termasuk penyakit diabetes tidak bisa disembuhkan tetapi dapat diminimalisasi faktor risikonya. Salah satu upaya efektif bagi negara dengan sumber daya terbatas seperti di Indonesia adalah dengan deteksi dan pengobatan dini. Cara ini memang memerlukan kesadaran dari setiap orang terhadap kondisi kesehatannya sendiri. Kenyataan faktual di Indonesia, masih sedikit orang yang benar-benar menyadari pentingnya memantau kondisi kesehatan untuk deteksi dini. Orang datang berobat ke dokter atau klinik hanya kalau sakit saja. Keengganan memantau kondisi kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain faktor invasive-test. Bagi orang-orang tertentu, pemeriksaan kadar gula darah dengan ditusuk jarum untuk pengambilan darah merupakan sesuatu yang sebisa mungkin dihindari. Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila banyak kasus diabetes yang disebabkan karena deteksi yang terlambat.Kini pemeriksaan kadar gula darah tidak terbatas di rumah sakit atau laboratorium klinik saja. Banyak alat ukur gula darah atau glukometer yang beredar di pasaran dengan berbagi merk. Glukometer tersebut dapat digunakan secara mandiri serta dapat dibawa kemanapun karena dimensinya yang relatif kecil. Meski demikian glukometer tersebut tetap menggunakan cara tusuk jarum untuk pengambilan sampel darah. Di samping itu, harga jual glukometer tersebut relatif tidak terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.Ada banyak peluang pemecahan problema di atas, diantaranya dengan mengkampanyekan pentingnya pemantauan kesehatan sebagai bagian dari gaya hidup sehat, yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat minimal terhadap dirinya sendiri. Penggantian sampel darah untuk pemeriksaan kadar gula darah atau glukosa dengan sampel lain seperti sampel saliva bisa menjadi alternatif pemecahan masalah invasive-test. Sebab sampel saliva telah diteliti dan terus dikembangkan di dunia keshatan sebagi non-invasive test. Selain itu, pemantauan kondisi kesehatan atau kadar glukosa dengan alat kesehatan di ruang publik sehingga dapat diakses oleh masyarakat umum merupakan upaya efektif menangani problem eksklusivitas glukometer mandiri.