Dokumen Asli
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan masalah kesehatan global dengan
prevalensi yang terus meningkat, termasuk di Indonesia yang menempati peringkat
kelima dunia. Penyakit ini secara signifikan meningkatkan risiko komplikasi
kardiovaskular, yang menjadi penyebab utama mortalitas pada penderitanya. Salah
satu manifestasi vaskular progresif dari DMT2 adalah peningkatan kekakuan arteri
(arterial stiffness), yang secara noninvasif dapat diukur menggunakan brachial-
ankle pulse wave velocity (baPWV). Peningkatan kekakuan arteri ini secara teoretis
berhubungan erat dengan penurunan komplians (compliance) atau kelenturan
pembuluh darah. Meskipun banyak penelitian telah membandingkan kekakuan
arteri antara kelompok DMT2 dan individu sehat, belum banyak yang mengkaji
komplians pembuluh darah secara bersamaan, terutama yang diestimasi dari
analisis bentuk gelombang nadi berbasis model hemodinamik yang validitasnya
masih diperdebatkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi secara komprehensif perbedaan
parameter vaskular mencakup baPWV, komplians aorta, dan komplians perifer
antara kelompok pasien DMT2 dan kelompok kontrol sehat. Selain itu, penelitian
ini juga melakukan analisis sekunder pada subkelompok pasien DMT2 untuk
mengeksplorasi hubungan antara tingkat keparahan komplikasi, yang diukur
dengan adapted Diabetes Complication Severity Index (aDCSI), dengan parameter-
parameter vaskular tersebut.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang melibatkan total 93
partisipan, terdiri dari 45 pasien DMT2 dan 48 individu sebagai kontrol sehat. Data
dikumpulkan dari dataset sekunder dan rekrutmen langsung di fasilitas kesehatan,
dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Parameter vaskular,
termasuk baPWV, komplians aorta, dan komplians perifer, diukur menggunakan
alat noninvasif NIVA. Analisis statistik dilakukan secara bertahap, dimulai dari
statistik deskriptif, uji beda antar kelompok (uji-t independen atau Mann-Whitney
U), hingga analisis regresi multivariat. Untuk mengatasi potensi hubungan non-
linear, berbagai model regresi dieksplorasi, termasuk OLS, polinomial, dan spline.
Pemilihan model final didasarkan pada nilai Akaike Information Criterion (AIC)
dan adjusted R2 untuk mendapatkan model yang paling efisien dan akurat. Uji
iii
multikolinearitas menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) juga dilakukan
untuk memastikan stabilitas koefisien regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien DMT2 memiliki nilai baPWV yang
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol sehat (p < 0,001).
Hubungan ini tetap kuat dan signifikan dalam model regresi multivariat final
(model spline), di mana status diabetes terbukti menjadi prediktor independen
peningkatan baPWV (? = 0,657; p = 0,021) setelah mengontrol faktor perancu
seperti usia, jenis kelamin, dan denyut jantung. Sebaliknya, untuk komplians aorta,
meskipun analisis univariat awal menunjukkan nilai yang lebih rendah secara
signifikan pada kelompok DMT2 (p < 0,001), perbedaan ini menjadi tidak
signifikan secara statistik (p = 0,274) pada model regresi multivariat. Hal ini
mengindikasikan bahwa variasi komplians aorta lebih dipengaruhi oleh faktor
hemodinamik lain yang dimasukkan dalam model. Serupa dengan itu, tidak
ditemukan perbedaan signifikan pada komplians perifer antara kedua kelompok.
Pada subanalisis intrakelompok DMT2 (n=28), tidak ditemukan hubungan yang
signifikan antara skor aDCSI dengan ketiga parameter vaskular.
Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah baPWV merupakan indikator yang
robust dan konsisten dalam mendeteksi perubahan vaskular pada pasien DMT2,
sementara parameter komplians (aorta dan perifer) yang diestimasi dari bentuk
gelombang nadi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan setelah penyesuaian
dengan faktor perancu. Sumbangan penelitian ini adalah memberikan bukti empiris
mengenai perbedaan dampak DMT2 terhadap berbagai parameter vaskular, serta
menyoroti superioritas baPWV sebagai penanda kerusakan vaskular subklinis
dibandingkan parameter komplians turunan dalam konteks populasi ini. Hasil ini
mendukung potensi penggunaan baPWV sebagai alat skrining noninvasif dalam
praktik klinis untuk identifikasi dini risiko kardiovaskular pada pasien DMT2.
Perpustakaan Digital ITB