digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

CV X merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi speaker/pengeras suara beserta produk turunannya. Salah satu fasilitas produksi yang terdapat pada CV X adalah fasilitas Dies & Mold Shop (DMS) untuk memproduksi bagian speaker, serta komponenkomponen pendukung produksi lainnya, seperti jig dan fixture. Pada bulan September 2024, hanya 46% dari total work order (WO) yang berhasil diselesaikan tepat waktu, jauh di bawah target perusahaan sebesar 80%. Analisis awal menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama rendahnya tingkat ketepatan waktu tersebut adalah sistem penjadwalan yang masih disusun secara manual dan belum mampu mengakomodasi kompleksitas proses produksi secara menyeluruh, terutama dalam hal pengalokasian mesin dan penentuan urutan operasi antar WO/job. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu model penjadwalan produksi untuk meminimasi jumlah pekerjaan yang terlambat (tardy job) pada fasilitas DMS. Model dibangun menggunakan pendekatan mixed-integer linear programming (MILP), dengan mempertimbangkan karakteristik penjadwalan job shop, lot streaming, serta alternatif mesin (parallel machine). Model dikembangkan dan diselesaikan menggunakan bahasa pemrograman Python dengan library Gurobi. Selanjutnya, model diuji dengan menggunakan data historis untuk memastikan model tersebut dapat merefleksikan kondisi nyata pada fasilitas DMS. Dalam penelitian ini, variabel keputusan utama yang dicari oleh model adalah pemilihan alternatif mesin untuk setiap operasi, serta penentuan ukuran sublot untuk setiap job. Kedua variabel tersebut menjadi kunci dalam penyusunan jadwal yang efisien. Hasil dari proses komputasi menunjukkan bahwa model berhasil menurunkan jumlah tardy job dari 13 menjadi 3 pekerjaan, atau mengalami perbaikan sebesar 77%. Penurunan ini terjadi karena model menyusun penjadwalan secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan ukuran sublot, serta fleksibilitas alokasi mesin. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa model mampu mengatur pengerjaan WO secara lebih baik. Untuk mempermudah implementasi model di lingkungan industri, sebaiknya dilakukan pengembangan antarmuka agar pengguna dapat menjalankan model tanpa harus berinteraksi langsung dengan sistem backend.