digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia terdiri dari banyak pulau yang tersebar dan dipisahkan oleh lautan. Akibatnya, pembangunan infrastruktur terpadu, termasuk jaringan listrik, menjadi mahal, sehingga banyak pulau tidak memiliki energi yang bersih, terjangkau, dan andal. Di Kepulauan Indonesia, listrik terutama dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara, solar, atau gas. Batubara masih menjadi bahan bakar yang paling banyak digunakan untuk menghasilkan listrik, tetapi memberikan kontribusi signifikan terhadap tingkat tingginya polusi udara. Sedangkan solar merupakan bahan bakar yang relatif mahal, menyebabkan tingginya biaya pembangkitan listrik sehingga menyebabkan pembangkit lama menjadi mahal untuk dioperasikan. Pemerintah Indonesia memiliki target dalam Peraturan Presiden No. 22/2017 “Rencana Umum Energi Nasional” untuk meningkatkan pangsa gas alam dan energi terbarukan dalam bauran energi menjadi 55% pada tahun 2050. Untuk mendukung target tersebut, pemerintah Pemerintah Indonesia memprogramkan implementasi konversi bahan bakar dari solar ke bahan bakar LNG yang memiliki energi lebih bersih dan emisi lebih rendah dari solar yang direncanakan diimplementasikan pada beberapa Pembangkit Listrik. Upaya peningkatan penggunaan LNG sebagai bahan bakar diharapkan dapat mengurangi impor BBM, mengurangi subsidi pemerintah dan juga mengurangi polusi udara. PT Badak Natural Gas Liquefaction, atau yang lebih dikenal sebagai Badak LNG, adalah perusahaan LNG kelas dunia yang mengoperasikan kilang LNG Bontang di Kalimantan Timur selama lebih dari 40 tahun. Berdasarkan data feedgas forecast, feed gas yang akan diolah di Kilang LNG Badak akan mengalami penurunan. Kondisi ini akan mengurangi jumlah operasional train dan juga membuat perusahaan tidak sustain. Badak LNG perlu membuat strategi agar perusahaan tetap sustain ditengah penurunan feedgas. Salah satu strategi yang disiapkan adalah dengan melakukan diversifikasi bisnis ke beberapa unit bisnis atau proyek. Salah satunya adalah Proyek Distribusi & Regasifikasi LNG untuk Pembangkit Listrik. Proyek tersebut merupakan proyek potensial bagi bisnis Badak LNG ke depan. Proyek ini juga merupakan proyek yang mendukung program pemerintah serta penugasan pemerintah untuk Pertamina dan afiliasinya dalam KEPMEN ESDM No.13 Tahun 2020. Sebagai proyek baru atau bisnis baru, Badak LNG perlu melakukan studi kelayakan proyek termasuk kelayakan finansial dan parameter lainnya. Untuk menganalisis lingkungan bisnis, analisis faktor eksternal dilakukan dengan menggunakan PESTLE untuk mengidentifikasi kelayakan proyek berdasarkan politik, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan lingkungan. Analisis proyek investasi dilakukan untuk menentukan biaya regasifikasi dan minimum demand (volume) LNG yang diregaskan agar proyek tersebut dapat berjalan. Biaya investasi dan operasional akan diidentifikasi dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pendapatan atau revenue akan dihasilkan dari pembayaran biaya regasifikasi. Untuk kriteria kelayakan proyek, digunakan teknik penganggaran modal seperti NPV, IRR, payback period, dan indeks profitabilitas. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Proyek Distribusi dan Regasifikasi LNG tersebut layak dijalankan dan menguntungkan dengan IRR 15,68%, NPV USD 34.442.283,01, indeks profitabilitas 1,51, dan payback period 6,55 tahun, dengan basis volume LNG 10 mmscfd, biaya regasifikasi 3,86 USD/MMBtu, skenario pendanaan utang 80% dan ekuitas 20%, dan skema bisnis kontrak Build-Operate-Own (BOO) selama umur proyek 20 tahun. Berdasarkan analisis komponen yang paling mempengaruhi proyek, komponen yang paling dapat mempengaruhi proyek adalah biaya regasifikasi, OPEX, dan demand (permintaan) LNG. Untuk memitigasi penurunan permintaan LNG (volume regasifikasi), strategi take or pay akan diterapkan dan dinegosiasikan dengan PLN. Strategi perawatan yang baik terhadap equipment perlu diimplementasikan untuk menekan biaya OPEX. Di sisi lain, untuk memitigasi fluktuasi biaya regasifikasi LNG, long term contract dengan harga tetap perlu diterapkan dan dinegosiasikan. Sebagai referensi dalam negosiasi dengan pelanggan, biaya regasifikasi minimum adalah 2,626 USD/MMBtu dengan permintaan /demand LNG 10 mmscfd. Sedangkan kebutuhan minimum LNG untuk menjadikan proyek ini layak adalah 6,81 mmscfd, dengan basis biaya regasifikasi sebesar 3,86 USD/MMBtu. Apabila demand / permintaan LNG kurang dari 6,81 mmscfd, proyek dapat disimpulkan tidak layak dijalankan.