digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Andrew Benaldo Adikara
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

Limbah kemasan dari industri makanan dan minuman terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, khususnya di Indonesia. Mayoritas limbah ini didominasi oleh plastik konvensional, yang meskipun memiliki berbagai keunggulan seperti ringan, kuat, transparan, serta tahan terhadap kelembapan dan suhu ekstrem, namun memiliki kelemahan besar dalam hal keberlanjutan lingkungan. Plastik sintetis sangat sulit terurai secara alami, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terdekomposisi, dan pada akhirnya berkontribusi terhadap pencemaran tanah dan laut. Oleh karena itu, inovasi terhadap bahan pengganti plastik yang ramah lingkungan menjadi sangat mendesak. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah pengembangan bioplastik, yaitu plastik yang dapat terurai secara hayati (biodegradable) dan berasal dari sumber daya terbarukan. Beberapa biomaterial yang telah banyak diteliti sebagai bahan dasar bioplastik meliputi selulosa, pati, pektin, dan lignin. Di antara keempatnya, selulosa menonjol karena merupakan polimer alami paling melimpah di bumi. Selain itu, selulosa bersifat murah, tidak beracun (non-toksik), serta dapat terurai secara hayati. Namun, kelemahan utama selulosa adalah sifatnya yang kaku dan non-termoplastik, sehingga sulit untuk dibentuk tanpa penambahan bahan lain. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan bioplastik berbentuk film berbasis selulosa dan pati, dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer untuk meningkatkan fleksibilitas dan prosesabilitasnya. Pati digunakan karena sifatnya yang termoplastik dan kompatibel secara kimia dengan selulosa, sehingga diharapkan mampu meningkatkan performa mekanik dan termal bioplastik. Bioplastik yang dikembangkan terdiri dari beberapa variasi rasio selulosa terhadap pati, yaitu 100:0 (P00), 4:1 (P25), dan 2:1 (P50). Setiap sampel kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui pengaruh penambahan pati terhadap sifat termal, mekanik, morfologi, dan biodegradabilitasnya. Analisis termal menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) menunjukkan bahwa variasi P50 memiliki puncak heat flow tertinggi, yaitu sebesar 169,8 mW pada suhu 500 °C. Hal ini menandakan bahwa bioplastik P50 memiliki kestabilan termal dan sifat termoplastik yang lebih baik dibandingkan variasi lainnya. Sementara itu, analisis uji tarik menunjukkan bahwa P25 (rasio 4:1) memiliki kekuatan tarik (tensile strength) tertinggi dengan beban maksimum mencapai 247,1 g, serta displacement sebesar 1,249 mm. Di sisi lain, variasi P50 menunjukkan sifat yang lebih fleksibel dengan displacement tertinggi, yaitu 1,539 mm, menunjukkan bahwa penambahan pati meningkatkan kemampuan deformasi plastis dari film bioplastik. Dari sisi morfologi, hasil pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa penambahan pati menghasilkan permukaan bioplastik yang lebih halus, dengan distribusi pori dan struktur yang lebih homogen. Ketebalan bioplastik juga mengalami peningkatan seiring penambahan konsentrasi pati, dengan ketebalan tertinggi tercatat pada P50 sebesar 38,267 ?m. Uji warna menunjukkan penurunan derajat kecerahan (putih) dari bioplastik seiring peningkatan konsentrasi pati, yaitu dari 93,07% (P00) menjadi 83,63% (P50). Hal ini berkaitan dengan perubahan struktur mikroskopis dan peningkatan serapan cahaya oleh partikel pati. Sifat barrier terhadap air juga dianalisis. Hasil uji permeabilitas uap air menunjukkan bahwa penambahan pati menyebabkan peningkatan permeabilitas hingga 135% dibandingkan kontrol. Sementara itu, uji sudut kontak air mengindikasikan bahwa bioplastik semakin hidrofilik dengan meningkatnya kandungan pati, ditandai oleh penurunan sudut kontak. Hal ini penting untuk aplikasi kemasan karena berpengaruh terhadap kestabilan produk terhadap kelembaban lingkungan. Dalam uji biodegradasi selama 10 hari, seluruh variasi menunjukkan kemampuan terdegradasi secara alami, dengan variasi P50 sebagai sampel yang mengalami degradasi paling cepat. Hal ini menegaskan bahwa penambahan pati tidak hanya meningkatkan performa mekanik dan morfologi, tetapi juga mempercepat proses peluruhan bioplastik di lingkungan alami. Akhirnya, bioplastik yang dihasilkan diuji sebagai kemasan makanan. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variasi mampu menjaga produk pangan dari pertumbuhan jamur selama masa pengemasan. Bioplastik berbasis pati menunjukkan kemampuan menyerap dan melewatkan kelembaban, yang justru memperlambat kerusakan makanan melalui pengurangan kondensasi dalam kemasan. Dengan demikian, bioplastik berbasis selulosa-pati menunjukkan potensi besar sebagai alternatif kemasan ramah lingkungan, dengan performa yang dapat disesuaikan melalui pengaturan rasio komponen dan formulasi aditif.