Limbah kemasan dari industri makanan dan minuman terus meningkat secara
signifikan dari tahun ke tahun, khususnya di Indonesia. Mayoritas limbah ini
didominasi oleh plastik konvensional, yang meskipun memiliki berbagai
keunggulan seperti ringan, kuat, transparan, serta tahan terhadap kelembapan dan
suhu ekstrem, namun memiliki kelemahan besar dalam hal keberlanjutan
lingkungan. Plastik sintetis sangat sulit terurai secara alami, membutuhkan waktu
ratusan tahun untuk terdekomposisi, dan pada akhirnya berkontribusi terhadap
pencemaran tanah dan laut. Oleh karena itu, inovasi terhadap bahan pengganti
plastik yang ramah lingkungan menjadi sangat mendesak. Salah satu pendekatan
yang menjanjikan adalah pengembangan bioplastik, yaitu plastik yang dapat terurai
secara hayati (biodegradable) dan berasal dari sumber daya terbarukan. Beberapa
biomaterial yang telah banyak diteliti sebagai bahan dasar bioplastik meliputi
selulosa, pati, pektin, dan lignin. Di antara keempatnya, selulosa menonjol karena
merupakan polimer alami paling melimpah di bumi. Selain itu, selulosa bersifat
murah, tidak beracun (non-toksik), serta dapat terurai secara hayati. Namun,
kelemahan utama selulosa adalah sifatnya yang kaku dan non-termoplastik,
sehingga sulit untuk dibentuk tanpa penambahan bahan lain. Untuk mengatasi
keterbatasan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan bioplastik
berbentuk film berbasis selulosa dan pati, dengan penambahan gliserol sebagai
plasticizer untuk meningkatkan fleksibilitas dan prosesabilitasnya. Pati digunakan
karena sifatnya yang termoplastik dan kompatibel secara kimia dengan selulosa,
sehingga diharapkan mampu meningkatkan performa mekanik dan termal
bioplastik. Bioplastik yang dikembangkan terdiri dari beberapa variasi rasio
selulosa terhadap pati, yaitu 100:0 (P00), 4:1 (P25), dan 2:1 (P50). Setiap sampel
kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui pengaruh penambahan pati terhadap
sifat termal, mekanik, morfologi, dan biodegradabilitasnya. Analisis termal
menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) menunjukkan bahwa
variasi P50 memiliki puncak heat flow tertinggi, yaitu sebesar 169,8 mW pada suhu
500 °C. Hal ini menandakan bahwa bioplastik P50 memiliki kestabilan termal dan
sifat termoplastik yang lebih baik dibandingkan variasi lainnya. Sementara itu,
analisis uji tarik menunjukkan bahwa P25 (rasio 4:1) memiliki kekuatan tarik
(tensile strength) tertinggi dengan beban maksimum mencapai 247,1 g, serta
displacement sebesar 1,249 mm. Di sisi lain, variasi P50 menunjukkan sifat yang
lebih fleksibel dengan displacement tertinggi, yaitu 1,539 mm, menunjukkan bahwa penambahan pati meningkatkan kemampuan deformasi plastis dari film bioplastik.
Dari sisi morfologi, hasil pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM)
menunjukkan bahwa penambahan pati menghasilkan permukaan bioplastik yang
lebih halus, dengan distribusi pori dan struktur yang lebih homogen. Ketebalan
bioplastik juga mengalami peningkatan seiring penambahan konsentrasi pati,
dengan ketebalan tertinggi tercatat pada P50 sebesar 38,267 ?m. Uji warna
menunjukkan penurunan derajat kecerahan (putih) dari bioplastik seiring
peningkatan konsentrasi pati, yaitu dari 93,07% (P00) menjadi 83,63% (P50). Hal
ini berkaitan dengan perubahan struktur mikroskopis dan peningkatan serapan
cahaya oleh partikel pati. Sifat barrier terhadap air juga dianalisis. Hasil uji
permeabilitas uap air menunjukkan bahwa penambahan pati menyebabkan
peningkatan permeabilitas hingga 135% dibandingkan kontrol. Sementara itu, uji
sudut kontak air mengindikasikan bahwa bioplastik semakin hidrofilik dengan
meningkatnya kandungan pati, ditandai oleh penurunan sudut kontak. Hal ini
penting untuk aplikasi kemasan karena berpengaruh terhadap kestabilan produk
terhadap kelembaban lingkungan. Dalam uji biodegradasi selama 10 hari, seluruh
variasi menunjukkan kemampuan terdegradasi secara alami, dengan variasi P50
sebagai sampel yang mengalami degradasi paling cepat. Hal ini menegaskan bahwa
penambahan pati tidak hanya meningkatkan performa mekanik dan morfologi,
tetapi juga mempercepat proses peluruhan bioplastik di lingkungan alami.
Akhirnya, bioplastik yang dihasilkan diuji sebagai kemasan makanan. Hasilnya
menunjukkan bahwa semua variasi mampu menjaga produk pangan dari
pertumbuhan jamur selama masa pengemasan. Bioplastik berbasis pati
menunjukkan kemampuan menyerap dan melewatkan kelembaban, yang justru
memperlambat kerusakan makanan melalui pengurangan kondensasi dalam
kemasan. Dengan demikian, bioplastik berbasis selulosa-pati menunjukkan potensi
besar sebagai alternatif kemasan ramah lingkungan, dengan performa yang dapat
disesuaikan melalui pengaturan rasio komponen dan formulasi aditif.
Perpustakaan Digital ITB