digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rica Isma Ariij
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman air yang dikenal sebagai gulma dengan laju pertumbuhan cepat, sehingga sering menimbulkan masalah lingkungan, terutama penyumbatan saluran air. Meskipun demikian, eceng gondok juga merupakan tanaman yang memiliki potensi besar namun masih kurang dimanfaatkan. Tanaman ini termasuk dalam biomassa lignoselulosa, dengan komposisi utama berupa lignin sebesar 7,01%, hemiselulosa 33,90%, selulosa 21,50%, dan protein 11%. Kandungan tersebut menjadikan eceng gondok sebagai kandidat ideal untuk studi delignifikasi. Komponen lignoselulosa ini saling terikat dalam struktur kompleks yang memberikan kekuatan mekanik dan perlindungan terhadap serangan mikroorganisme. Lignin sendiri memiliki struktur aromatik yang sangat resisten terhadap degradasi baik secara kimia maupun biologis, sehingga menjadi penghambat utama dalam pemanfaatan biomassa lignoselulosa secara lebih lanjut. Delignifikasi atau proses pemisahan lignin dari biomassa merupakan tahap penting dalam pengolahan lignoselulosa untuk berbagai aplikasi industri atau memiliki nilai tambah. Namun, karena eceng gondok memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, diperlukan proses deproteinasi terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya reaksi samping yang dapat merusak struktur lignin selama proses delignifikasi. Proses delignifikasi sendiri diharapkan dapat dilakukan melalui pendekatan yang ramah lingkungan, dan salah satu metode yang masih berkembang adalah delignifikasi biomimetik. Delignifikasi biomimetik merupakan pendekatan relatif baru yang meniru cara kerja enzim alami dalam memecah lignin, namun tidak menggunakan enzim secara langsung, melainkan memanfaatkan katalis logam ringan seperti Mn²? dan Cu? yang dikomplekskan dengan ligan sederhana seperti dietilamin (DEA). Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas sistem katalis biomimetik berbasis Mn²? dan Cu? dengan DEA sebagai pengkelat dalam proses delignifikasi eceng gondok bebas protein. Variabel utama yang diuji dalam penelitian ini adalah konsentrasi dietilamin (0,51%; 1,53%; dan 2,53% v/v) serta temperatur reaksi (50 °C, 75 °C, dan 95 °C), menghasilkan sembilan kombinasi kondisi proses yang dijalankan selama enam jam. Evaluasi keberhasilan delignifikasi dilakukan dengan mengamati perubahan massa biomassa dan kandungan lignin yang terlarut dalam larutan reaksi. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi dietilamin memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan efisiensi delignifikasi. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah lignin yang terekstraksi seiring dengan kenaikan konsentrasi DEA. Temperatur reaksi juga memberikan kontribusi positif, meskipun tidak sebesar pengaruh konsentrasi DEA. Kombinasi kondisi terbaik diperoleh pada konsentrasi DEA sebesar 2,53% dan temperatur 95°C, yang menghasilkan yield lignin tertinggi sebesar 3,52% dari massa awal biomassa serta total efisiensi ekstraksi lignin sebesar 27,6%. Jika dibandingkan dengan metode delignifikasi kimia menggunakan H?SO? 1%, efisiensi delignifikasi biomimetik memang masih lebih rendah karena metode kimia mampu mengekstrak hingga 71,69% lignin. Namun demikian, dari segi keberlanjutan dan dampak lingkungan, metode biomimetik memiliki keunggulan karena tidak menghasilkan limbah berbahaya dan dapat dijalankan pada kondisi reaksi yang lebih ringan. Berbeda dengan metode kimia menghasilkan limbah seperti lindi hitam (black liquor) yang tidak bisa dimanfaatkan. Pengamatan visual menunjukkan perubahan warna menjadi lebih terang, yang merupakan indikasi penurunan kandungan lignin. Selain itu, terjadinya aglomerasi atau penggumpalan pada biomassa menunjukkan adanya peningkatan gugus hidroksil bebas sebagai hasil pemutusan ikatan lignin dalam struktur sel. Fenomena ini memperkuat dugaan bahwa proses biomimetik mampu memecah ikatan antara lignin dengan komponen lignoselulosa lainnya, serta mendukung hipotesis bahwa delignifikasi biomimetik memiliki potensi besar sebagai pendekatan alternatif dalam pengolahan biomassa, dengan memanfaatkan katalis logam ringan dan ligan sederhana. Dengan adanya percobaan ini, diperoleh dasar yang kuat untuk pengembangan lebih lanjut dari sistem katalis biomimetik, khususnya melalui optimasi komposisi katalis, waktu reaksi, dan kondisi operasi. Dengan demikian, delignifikasi biomimetik memiliki peluang besar untuk menjadi bagian penting dalam rantai konversi biomassa yang berkelanjutan di masa depan.