Ruang terbuka publik yang menawarkan tranquility memiliki potensi krusial untuk mengoptimalkan lingkungan perkotaan dan meningkatkan kesejahteraan sosial warganya. Di tengah laju urbanisasi yang menjadi sumber stresor lingkungan, kebutuhan akan ruang yang tenang di megapolitan seperti Jakarta menjadi sangat tinggi. Dalam konteks ini, penting untuk membedakan antara tranquility sebagai kualitas suasana sebuah tempat yang tenang, dengan calmness sebagai kondisi batin atau respons emosional individu terhadap lingkungan tersebut. Kegagalan membedakan keduanya dapat menghambat perumusan desain yang efektif, karena fokus perancangan adalah menciptakan kualitas lingkungan yang tranquil untuk memfasilitasi perasaan calm bagi penggunanya. Namun, kerangka teoretis yang ada seringkali belum sepenuhnya menjawab persepsi Generasi Milenial dan Generasi Z. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada kedua kelompok tersebut, didasari oleh posisi mereka sebagai demografi dominan dan pengguna aktif ruang terbuka publik di Kota Jakarta. Kesenjangan inilah yang mendasari penelitian ini, yang bertujuan merumuskan sebuah kerangka teoretis tranquility pada ruang terbuka publik di Kota Jakarta berdasarkan persepsi kedua generasi tersebut. Sasaran utama penelitian adalah mengidentifikasi atribut dan tipologi ruang yang dipersepsikan tenang, menganalisis korespondensi persepsi antar generasi, dan merumuskan sebuah kerangka konseptual sebagai bahan panduan perancangan berbasis bukti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi inti Grounded Theory, yang dipilih untuk membangun teori secara induktif langsung dari data persepsi pengguna. Data dikumpulkan melalui kuesioner daring dengan pertanyaan terbuka yang melibatkan 82 responden dari kedua generasi. Data tekstual kualitatif yang terkumpul kemudian dianalisis melalui tiga tahapan sistematis: open coding, axial coding, dan selective coding untuk mengidentifikasi pola dan mengintegrasikannya menjadi sebuah kerangka yang utuh. Hubungan antar variabel persepsi dan generasi diuji menggunakan analisis statistik Uji Chi-Square untuk validasi inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tranquility adalah pengalaman multisensori yang komposisinya didominasi oleh domain visual (50,0%), diikuti oleh akustik (28,1%), termal (17,1%), dan olfaktori (4,8%). Atribut lingkungan utama yang paling dominan membentuk tranquility adalah kehijauan, diikuti oleh kebisingan rendah, kesejukan, dan kepadatan manusia yang rendah. Terkait tipologi, taman (72,2%) menjadi jenis ruang yang paling sering dipersepsikan tenang. Namun, temuan penting lainnya adalah kualitas tranquility juga ditemukan secara signifikan pada ruang non-hijau seperti Ruang Rekreasi (14,4%) dan Plaza (10,3%), yang mengindikasikan bahwa tranquility bukanlah monopoli ruang hijau semata. Kajian hubungan antar generasi memberikan temuan kunci: meskipun analisis deskriptif menunjukkan sedikit perbedaan preferensi, di mana Generasi Z tampak lebih mempertimbangkan faktor suhu (termal), hasil uji statistik Chi-Square (?2(3)=3.793, p=0.2848) membuktikan bahwa perbedaan ini tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan fundamental akan lingkungan yang tenang bersifat universal dan melintasi batas kedua generasi dalam konteks urban Jakarta. Sebagai puncak analisis, penelitian ini berhasil merumuskan sebuah kerangka teoretis tranquility yang terdiri dari lima komponen dinamis: Kebutuhan, Konteks, Persepsi, Pengalaman, dan Hasil. Kebaruan utama dari kerangka ini adalah penekanannya pada peran tranquility untuk pemulihan psikologis (mental), berbeda dari studi lain yang sering berfokus pada pemulihan fisik. Selain itu, penelitian ini mengidentifikasi dimensi sosial baru yang kontekstual, yaitu pentingnya "Pendamping Kunjungan" dan pengalaman "Harmoni Sosial". Sumbangan penelitian ini terhadap khazanah ilmu pengetahuan adalah pengayaan teori ketenangan urban dengan model yang relevan secara demografis dan geografis. Secara praktis, temuan mengenai komposisi persepsi dan atribut kunci menawarkan bahan panduan bagi para perancang dan pengelola kota dalam upaya menciptakan lingkungan urban yang mendukung kesehatan mental warganya.
Perpustakaan Digital ITB