Tingkat turnover karyawan merupakan tantangan yang terus dihadapi dalam industri teknologi informasi (TI), terutama di tengah persaingan tinggi dalam merekrut talenta dan meningkatnya kompleksitas organisasi. Turnover yang tinggi tidak hanya mengganggu kelangsungan operasional, tetapi juga meningkatkan biaya rekrutmen, pelatihan, serta menyebabkan hilangnya pengetahuan dan pengalaman kerja. Meskipun faktor kompensasi dan peluang eksternal turut berperan, perilaku kepemimpinan telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor internal utama yang mempengaruhi kepuasan kerja dan niat karyawan untuk keluar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana perilaku kepemimpinan membentuk kepuasan kerja dan mempengaruhi niat keluar karyawan, dengan studi kasus di PT XYZ, sebuah perusahaan TI di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-methods) yang menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh. Pada tahap kuantitatif, survei dibagikan kepada 45 karyawan non-manajerial dari sembilan divisi. Instrumen yang digunakan dalam survei ini meliputi Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) untuk menilai gaya kepemimpinan transformasional, transaksional, dan laissez-faire, survei kepuasan kerja (Job Satisfaction Survey) yang dimodifikasi, serta skala niat keluar yang diadaptasi dari model-model yang sudah teruji. Pada tahap kualitatif, wawancara mendalam dilakukan dengan enam karyawan dan empat manajer divisi untuk menggali lebih jauh pengalaman mereka terkait kepemimpinan dan dampaknya terhadap motivasi, kepuasan kerja, serta niat untuk bertahan atau keluar dari perusahaan.
Hasil analisis kuantitatif menunjukkan adanya korelasi positif yang kuat antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja (r = +0,95), serta antara kepemimpinan transaksional dan kepuasan kerja (r = +0,91). Sebaliknya, kepemimpinan laissez-faire menunjukkan korelasi negatif dengan kepuasan kerja (r = –0,61) dan korelasi positif dengan niat keluar (r = +0,50). Selain itu,
iv
kepuasan kerja memiliki korelasi negatif dengan niat keluar (r = –0,47), yang memperkuat peran penting kepuasan kerja dalam menurunkan risiko turnover.
Temuan kualitatif memperkuat hasil kuantitatif. Karyawan menggambarkan pemimpin transformasional sebagai sosok yang menginspirasi, berkomunikasi dengan jelas, menghargai kontribusi, dan memberikan kepercayaan — karakteristik yang meningkatkan kepuasan dan komitmen kerja. Sebaliknya, ketidakpuasan sering kali dikaitkan dengan praktik micromanagement, ketidakstabilan emosional, kurangnya umpan balik, serta ketidaksesuaian antara perilaku pemimpin dan nilai perusahaan. Wawancara juga mengungkap tantangan yang muncul akibat keberagaman generasi serta ketidakkonsistenan gaya kepemimpinan di berbagai divisi.
Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini mengusulkan strategi peningkatan kepemimpinan tiga tingkat. Strategi ini mencakup: (1) Program Pengembangan Kepemimpinan (Leadership Development Program) yang berfokus pada pembangunan kepercayaan dan refleksi diri untuk manajer menengah, (2) sistem umpan balik kinerja terstruktur seperti evaluasi 360 derajat dan sesi tatap muka berkala, serta (3) program mentoring dan transfer pengetahuan untuk mendukung pengembangan pribadi dan profesional. Seluruh solusi dirancang agar sesuai dengan kondisi PT XYZ yang memiliki sumber daya terbatas namun dinamis.
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman kerja dan hasil retensi karyawan. Perusahaan yang bergerak di industri TI yang cepat dan bergantung pada talenta harus berinvestasi dalam pengembangan kepemimpinan dan strategi keterlibatan karyawan agar tetap kompetitif. Temuan ini memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis dalam upaya menurunkan turnover dan meningkatkan kepuasan kerja melalui praktik kepemimpinan yang lebih baik.
Perpustakaan Digital ITB