digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dengan meningkatnya volume konten yang dihasilkan oleh influencer, audiens menjadi terlalu terekspos terhadap pemasaran influencer, yang dapat menimbulkan skeptisisme terhadap pesan-pesan promosi yang terlihat jelas. Sebagai respons, merek dan influencer mulai menerapkan taktik yang semakin sering digunakan, yaitu menyisipkan merek berbayar di antara beberapa merek yang sudah dikenal dan diterima secara sosial. Strategi ini, yang dikenal sebagai content masking, merupakan bentuk pemasaran terselubung yang berupaya menyamarkan niat persuasif sembari tetap mencapai efektivitas pemasaran. Studi ini menggunakan Elaboration Likelihood Model (ELM) untuk meneliti bagaimana content masking memengaruhi pengaruh tiga fitur konten, yaitu persepsi relevansi personal, kredibilitas pesan, dan rekomendasi sosial, terhadap kepercayaan terhadap konten dan niat beli. Penelitian ini mengumpulkan 344 respons dari pengguna TikTok di Bandung, Indonesia, berusia 18 hingga 34 tahun. Setiap responden diminta menonton satu video influencer, baik versi masked maupun non-masked dari promosi makanan dan minuman yang sama dalam format foto-slide. Respons dianalisis menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Hasil menunjukkan bahwa dalam kondisi non-masked, kepercayaan berperan sebagai mediator yang signifikan, terutama antara persepsi relevansi personal dan niat beli, serta kepercayaan juga secara langsung memengaruhi kemungkinan pembelian. Namun dalam kondisi masked, kepercayaan tidak berfungsi sebagai mediator yang signifikan, dan ketiga fitur konten memengaruhi niat beli melalui jalur langsung. Temuan ini menunjukkan bahwa content masking menggeser pemrosesan penonton dari jalur reflektif berbasis kepercayaan ke penilaian heuristik yang lebih cepat dan melewati peran kepercayaan. Meskipun taktik terselubung ini efektif mendorong niat beli, namun dapat mengurangi pembentukan kepercayaan jangka panjang terhadap konten influencer.