digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Shifa Putri Utami
PUBLIC Open In Flipbook Rita Nurainni, S.I.Pus

Kalimantan dan Laut Cina Selatan diduga mengalami interaksi atmosfer-laut yang memengaruhi variabilitas curah hujan dan suhu permukaan laut di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan curah hujan (?P) di Kalimantan dan suhu permukaan laut (?T) di Laut Cina Selatan selama periode Mid-Holosen (mH) dan Pra-Industri (piC) berdasarkan keluaran model iklim Paleoclimate Modelling Intercomparison Project Phase 3 (PMIP3) dan Phase 4 (PMIP4). Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar model, baik PMIP3-CMIP5 maupun PMIP4-CMIP6, menyimulasikan peningkatan ?P dan ?T dengan kenaikan suhu permukaan laut tertinggi pada bulan Agustus—November (ASON) dan curah hujan pada bulan Juli—Oktober (JASO). Suhu permukaan laut dari model-model PMIP3 memperlihatkan nilai (mH—piC) positif mencapai +1,0 oC di beberapa model, seperti CSIRO-Mk3-6-0 dan IPSL-CM5A-LR. Sementara itu, PMIP4 CMIP6 diperoleh suhu permukaan laut yang lebih dingin. Curah hujan tertinggi dari selisih mH—piC di Kalimantan mencapai 3 mm/hari pada PMIP3-CMIP5 (CCSM4, MRI-CGCM3, dan HadGEM2-ES) dan 4 mm/hari pada model PMIP4 CMIP5 (ACCESS-ESM1-5, FGOALS-g3, dan MRI-ESM2-0). Hubungan antara ?P dan ?T menunjukkan pola sebanding hingga ambang batas ?T ? 0,45 °C, setelah itu peningkatan suhu permukaan laut justru berasosiasi dengan penurunan curah hujan. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme sirkulasi sekunder (secondary circulation/SC) yang dapat menekan pertumbuhan awan konveksi penyebab curah hujan di Kalimantan. Analisis hasil simulasi antargenerasi (PMIP4—PMIP3) menunjukkan respon model terhadap konsentrasi gas rumah kaca CH4 pada konfigurasi PMIP4. Pengaruh CH4 terhadap curah hujan di Kalimantan dan suhu permukaan laut di Laut Cina Selatan memunculkan variasi keluaran model. Sebagian model menunjukkan penurunan suhu permukaan laut disertai peningkatan curah hujan, sedangkan model lainnya mengalami penurunan pada kedua parameter.