digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 1 Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 2 Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 3 Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 4 Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 5 Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 6 Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

PUSTAKA Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

LAMPIRAN Mutia Nur Kholila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

Perkembangan kota saat ini menyebabkan sebagian besar masyarakat perkotaan tidak memenuhi tingkat aktivitas fisik yang direkomendasikan oleh WHO. Hal ini berdampak pada kesehatan dan beban perekonomian suatu negara. Studi sebelumnya menyatakan bahwa mempromosikan aktivitas fisik melalui pendekatan waktu luang tidaklah cukup, diperlukan integrasi aktivitas fisik dalam rutinitas sehari - hari (mobilitas aktif). Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mendorong mobilitas aktif, khususnya berjalan kaki dalam rutinitas sehari-hari adalah penciptaan lingkungan aktif. Dalam konteks ini, bentuk kota menjadi konsep penting karena berkaitan dengan pola penggunaan lahan, pergerakan, dan aktivitas masyarakat. Penelitian ini menggunakan Kota Jakarta Selatan sebagai wilayah studi untuk mengeksplorasi hubungan bentuk kota dengan tingkat mobilitas aktif (berjalan kaki). Berbagai studi sebelumnya tidak selalu menunjukkan hasil konsisten di seluruh konteks geografis. Hal ini menunjukkan adanya hubungan kompleks antara bentuk kota dengan mobilitas aktif, khususnya berjalan kaki. Pada penelitian ini digunakan metode kuantitatif dengan teknik analisis spasial serta statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik bentuk kota dan mobilitas aktif berupa aktivitas berjalan kaki masyarakat. Selain itu, untuk menyelidiki hubungan karakteristik bentuk kota dengan tingkat mobilitas aktif digunakan analisis regresi logistik ordinal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kecamatan dengan karakteristik relatif ramah pejalan kaki mayoritas berada di bagian utara dan timur laut kota. Kemudian, ditemukan bahwa sebagian besar responden terlibat dalam aktivitas berjalan kaki untuk keperluan utilitarian dan non-utilitarian. Variabel bentuk kota yang menunjukkan keterkaitan signifikan dengan perjalanan utilitarian adalah kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan. Pada perjalanan non-utilitarian hanya kepadatan bangunan yang menunjukkan hubungan signifikan. Di sisi lain, pada perjalanan transit tidak ditemukan adanya variabel bentuk kota yang signifikan. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor demografi dan kepemilikan kendaraan memiliki keterkaitan signifikan dengan mobilitas aktif, khususnya berjalan kaki. Temuan ini memperkuat argumen bahwa karakteristik bentuk kota perlu dipertimbangkan untuk memahami perilaku berjalan kaki.