Kota Banjar bertekad menjadi pusat agribisnis dalam konstelasi wilayah Priangan
Timur berbekal kestrategisan lokasi yang terletak di perbatasan Provinsi Jawa Barat
& Jawa Tengah. Cita-cita besar tersebut tercantum dalam gagasan besar yaitu Visi
Banjar Agropolitan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Kota Banjar tahun 2005-2025. Namun dalam perjalanannya,
identitas daerah yang melekat dalam kerangka kebijakan ini seolah hilang dan
terlupakan. Hingga pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Banjar tahun 2018-2023, pembahasan Agropolitan diarusutamakan
kembali dalam 3 tahun sebelum jabatan Wali Kota berakhir.
Dengan berbekal latar belakang demikian, kajian evaluatif ini bertujuan untuk
mengeksplorasi kebijakan pengembangan kawasan Agropolitan yang
diimplementasikan Kota Banjar melalui pendekatan kualitatif yang berfokus dalam
mengulas kebijakan melalui kriteria sosio-ekonomi masyarakat dan fisiklingkungan berdasarkan konsep Regional Network oleh Douglass (1998) yang
dikuatkan oleh prinsip jejaring tata kelola oleh Ovaska dkk. (2021). Efektif ataukah
tidak kebijakan tersebut dijalankan (Dunn, 2018) dalam mengakselerasi
pembangunan lokal sesuai cita-cita dari Agropolitan itu sendiri yang digagas oleh
Friedmann (1978) dan relevansinya dalam konteks kasus kontemporer (Akkoyunlu,
2015; Ma dkk., 2020; Winarso dkk., 2015).
Metodologi yang ditetapkan yaitu dengan coding hasil wawancara, analisis konten
terhadap berbagai dokumen/peraturan, analisis deskriptif kualitatif dan analisis
kesenjangan antara kondisi aktual dan kondisi yang diharapkan. Muara dari
penelitian ini adalah memperoleh hasil evaluasi kebijakan pengembangan kawasan
agropolitan yang telah diterapkan di Kota Banjar melalui pendekatan keruangan
Regional Network.
Hasil studi evaluasi ini menegaskan bahwa baik modal karakteristik sosio-ekonomi
maupun fisik-lingkungan di kawasan agropolitan Kota Banjar ditinjau dari
perspektif Regional Network memiliki kekuatan hanya dalam cakupan lokal saja.
Ada banyak tantangan dan tekanan pembangunan yang harus diatasi dengan
kolaborasi multipihak baik di level perkotaan dan wilayah yang lebih luas.
Rekomendasi studi menyatakan bahwa dalam upaya mencapai tujuan kebijakan
pengembangan kawasan agropolitan perlu adanya penguatan kapasitas
kelembagaan lokal untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan ekspansi pasar,
revitalisasi distribusi hasil pertanian berbasis klaster wilayah dalam rangkaiv
penguatan aktivitas agribisnis dan hilirisasi, penguatan citra kota untuk
meningkatkan daya saing ekonomi wilayah serta penyelarasan tata ruang dan
kebijakan lintas batas administratif untuk menguatkan jejaring dan kerjasama antar
daerah. Hal ini sekaligus menjadi potensi bagi Kota Banjar untuk mengambil peran
strategis sebagai simpul produktif dalam jaringan Jawa Barat bagian selatan.
Perpustakaan Digital ITB