ABSTRAK Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 1 Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 2 Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 3 Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 4 Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 5 Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 6 Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
PUSTAKA Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
LAMPIRAN Fatiya Auliya Haris
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Kota Cirebon sebagai pusat kawasan perkotaan Cirebon mengalami
perkembangan pesat dalam satu dekade terakhir yang tidak terlepas dari perannya
sebagai simpul strategis di wilayah timur Jawa Barat dan sebagai pusat
pertumbuhan regional. Penetapan Kota Cirebon sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) dalam RPJPD 2025–2045 serta sebagai bagian dari Kawasan Metropolitan
Rebana melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 mendorong
peningkatan kebutuhan ruang secara signifikan. Namun, keterbatasan lahan di
pusat kota menjadi tantangan utama dalam mengakomodasi kebutuhan tersebut,
khususnya untuk pengembangan permukiman, infrastruktur, dan fasilitas kota. Di
sisi lain, fenomena urbanisasi yang terus meningkat serta belum optimalnya
penyediaan perumahan sebagaimana tercantum dalam RPJMN semakin
memperbesar tekanan terhadap kawasan perkotaan. Sebagai satu-satunya
kotamadya di wilayah Ciayumajakuning, Kota Cirebon memainkan peran penting
sebagai pusat layanan dan ekonomi, sehingga ekspansi pembangunan sering kali
menjalar tanpa kendali ke wilayah pinggiran. Kondisi ini berpotensi menimbulkan
fenomena urban sprawl yang dapat berdampak negatif, baik dari aspek sosial
seperti meningkatnya ketimpangan dan penurunan kualitas hidup, maupun aspek
fisik seperti berkurangnya daya dukung lahan dan konversi lahan pertanian
produktif. Namun demikian, bila diarahkan melalui perencanaan yang terintegrasi,
penjalaran aktivitas perkotaan ke wilayah pinggiran dapat membuka peluang
peningkatan konektivitas dan pengembangan kawasan terpadu antara kota dan
desa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika perkembangan kawasan
perkotaan Cirebon dari aspek kependudukan, ekonomi, dan fisik kawasan
terbangun, serta mengevaluasi pengaruhnya terhadap fenomena urban sprawl.
Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan
deskriptif-eksplanatori dan deduktif, serta menggabungkan analisis spasial,
statistik, dan deskriptif terhadap data sekunder tahun 2012 hingga 2024.
Identifikasi urban sprawl dilakukan melalui pendekatan indeks sprawl yang
mengukur tingkat sprawl pada desa/kelurahan, dan indeks entropi yang
ivmenggambarkan tingkat penyebaran kawasan terbangun secara umum, kemudian
analisis karakteristik urban sprawl digunakan untuk mengkonfirmasi teori. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kawasan perkotaan Cirebon mengalami fenomena
suburbanisasi, ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk di kawasan luar kota
yang lebih tinggi dibandingkan kawasan dalam kota, serta fenomena urban sprawl
yang tercermin dari laju pertumbuhan kawasan terbangun yang melebihi laju
pertumbuhan penduduk. Urban sprawl yang terjadi lebih menunjukkan pola
penjalaran linear mengikuti jaringan jalan arteri dan kolektor dibandingkan
dengan pola penjalaran mengikuti pusat kota. Dapat disimpulkan bahwa kawasan
perkotaan Cirebon mengalami fenomena urban sprawl dengan karakteristik
kepadatan kawasan terbangun yang rendah; pembangunan ke luar kota yang tidak
terbatas; pembangunan yang bersifat lompat katak (leapfrog); tidak ada
pemusatan pengembangan lahan di pinggiran kota dan pembangunan masih
terpusat di dalam kota; serta kawasan terbangun yang meluas secara linear
mengikuti jaringan jalan utama. Temuan ini menjadi penting untuk dijadikan dasar
perumusan arah kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang pinggiran dan
perencanaan kawasan perkotaan yang lebih terpadu di masa mendatang
Perpustakaan Digital ITB