digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800








DAFTAR PUSTAKA UTARI AZALIKA RAHMI
EMBARGO  2028-08-14 

LAMPIRAN UTARI AZALIKA RAHMI
EMBARGO  2028-08-14 

Pertumbuhan sektor pariwisata telah terbukti menjadi salah satu pendorong utama ekonomi global. Di Indonesia, strategi pembangunan berkelanjutan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005- 2025 menetapkan pariwisata sebagai sektor unggulan untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan pendapatan sebesar 30 miliar dolar AS dari sektor pariwisata pada tahun 2024, dengan proyeksi 22,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan 350-400 juta perjalanan wisatawan nusantara (wisnus). Untuk mendukung implementasi ini, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran menegaskan pariwisata sebagai salah satu pilar Prioritas Nasional ke-3: peningkatan nilai tambah ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah juga berfokus pada pembangunan lima Destinasi Super Prioritas (DSP)—Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang—yang diatur dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) melalui PP Nomor 50 Tahun 2011. Pandemi Covid-19, bagaimanapun, memberikan pukulan signifikan pada sektor pariwisata. Pembatasan mobilitas dan penutupan destinasi menyebabkan anjloknya angka kunjungan wisatawan, sehingga target RPJMN belum terealisasi dengan baik. Namun, dengan pemulihan ekonomi global, sektor ini mulai menunjukkan kebangkitan. Pada 2023, jumlah kunjungan wisman naik 98,3% menjadi 11,67 juta, dengan pendapatan devisa mencapai 14 miliar dolar AS. Pemulihan ini berdampak positif pada sektor terkait seperti transportasi, akomodasi, dan konsumsi makanan dan minuman, yang menunjukkan efek ganda (multiplier effect) terhadap ekonomi lokal dan regional. Penelitian ini mengevaluasi dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan mancanegara di lima DSP menggunakan model Inter-Regional Input-Output (IRIO). Analisis difokuskan pada keterkaitan sektor ekonomi, angka pengganda terhadap output, pendapatan, dan nilai tambah, serta dampak limpahan antarwilayah (spillover effect). Hasil analisis menunjukkan keterkaitan backward linkage yang kuat di sektor ketenagalistrikan, industri makanan dan minuman, serta perdagangan besar dan eceran, yang berperan penting dalam mendukung sektor-sektor hulu di kawasan DSP. Sementara itu, forward linkage menegaskan peran sektor perdagangan dan transportasi darat dalam mendorong kegiatan ekonomi hilir yang melayani kebutuhan wisatawan, seperti akomodasi, makanan, dan transportasi. Analisis dampak pengganda menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi sektor pariwisata signifikan. Angka pengganda tipe-1 (efek langsung dan tidak langsung) dan tipe-2 (efek dengan tambahan induksi konsumsi rumah tangga) mengindikasikan bahwa peningkatan pendapatan rumah tangga berperan penting dalam mendorong aktivitas ekonomi. Sektor angkutan udara, jasa perusahaan, serta penyediaan makanan dan minuman mencatat angka pengganda output tertinggi. Misalnya, sektor angkutan udara di Sulawesi Utara memiliki angka pengganda output sebesar 2,0357, menunjukkan dampak ekonomi signifikan di provinsi tersebut. Distribusi dampak ekonomi dari pengeluaran wisman menunjukkan kontribusi yang relatif merata antara dampak langsung, tidak langsung, dan induksi. Di Sumatera Utara, dampak langsung tercatat sebesar 39,61%, efek tidak langsung 29,13%, dan efek induksi 31,27%, menandakan kontribusi konsumsi rumah tangga yang signifikan. Analisis dampak limpahan mengungkapkan bahwa dampak ekonomi tidak hanya terjadi di DSP tetapi juga merambat ke provinsi lain, khususnya Jawa. Sebagai contoh, sekitar 41,18% dampak output dari pengeluaran wisman di Sumatera Utara menyebar ke luar provinsi. Namun, dampak limpahan pada DSP di kawasan timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Utara, masih lebih terbatas. Hasil penelitian ini menggarisbawahi pentingnya kebijakan yang berfokus pada optimalisasi sektor pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Pemerintah perlu memperkuat sektor strategis seperti industri makanan dan minuman, perdagangan, serta energi. Pengembangan infrastruktur fisik dan digital guna mendukung konektivitas dan mobilitas wisatawan juga menjadi prioritas. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui peningkatan kapasitas tenaga kerja dan pengembangan ekowisata akan memastikan manfaat ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Secara akademis, penelitian ini berkontribusi pada pengembangan metode analisis IRIO dalam mengukur dampak ekonomi pariwisata antarwilayah. Secara praktis, hasil studi dapat dijadikan acuan bagi pemangku kebijakan dalam merumuskan strategi pembangunan pariwisata berkelanjutan, meningkatkan integrasi ekonomi antarwilayah, serta memastikan sektor pariwisata berperan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan regional.