digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kawasan pendidikan tinggi Jatinangor, Jawa Barat, telah mengalami transformasi lanskap yang sangat signifikan dari wilayah yang dominan agraris menjadi pusat urban yang padat antara tahun 1985 dan 2023. Studi ini menganalisis pola spasialtemporal perubahan tutupan lahan, mengkuantifikasi luasan konversi, serta mengidentifikasi faktor-faktor pendorong utamanya dan implikasinya. Mengintegrasikan analisis SIG terhadap citra satelit multi-temporal (Landsat 1985- 2020, Sentinel-2 2017-2023), data sosio-ekonomi (populasi mahasiswa, Podes, Open Buildings, data scraping), dan kerangka teori terkait, temuan menunjukkan penurunan drastis luasan lahan pertanian (sekitar 47%) dan tutupan pohon (sekitar 41%) antara 1985-2020, seiring peningkatan pesat area terbangun (sekitar 155%). Puncak konversi lahan terjadi pada periode 1995-2000, yang berkorelasi kuat dengan puncak Studentifikasi akibat lonjakan jumlah mahasiswa, mendorong pembangunan infrastruktur pendukung seperti kos-kosan dan fasilitas komersial. Analisis spasial mengungkap pola konversi lahan pertanian ke area terbangun yang sangat mengelompok (highly clustered) di pusat Jatinangor dekat kampus pada periode awal, namun bergeser ke ekspansi di pinggiran pada periode terkini, dipicu oleh peningkatan aksesibilitas (misalnya Tol Cisumdawu) dan dinamika ekonomi seperti kenaikan harga lahan dan investasi properti swasta. Proses ini mencerminkan fenomena Gentrifikasi dan Urban Sprawl. Transformasi ini membawa konsekuensi multidimensional: secara sosial, menciptakan peluang ekonomi baru tetapi juga potensi marginalisasi petani lokal; secara ekonomi, meningkatkan nilai properti tetapi mengancam ketahanan pangan lokal; dan secara lingkungan, menurunkan resapan air dan hilangnya vegetasi, meningkatkan risiko banjir lokal dan efek pulau panas perkotaan (Urban heat island). Studi ini menyimpulkan bahwa pembangunan yang didorong oleh sektor pendidikan tinggi di Jatinangor telah menghasilkan perubahan besar dengan dampak yang kompleks pada lanskap, masyarakat, dan lingkungan. Temuan ini menyoroti pentingnya perencanaan tata ruang yang seimbang dan inklusif untuk mengelola pertumbuhan urban secara berkelanjutan.