digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_Abigail Nethania Siahainenia
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan

Kota Bandung memiliki potensi yang tinggi akan kebudayaan. Hal tersebut dapat diidentifikasi dari terdapat lebih dari 800 komunitas seni di Kota Bandung dengan 30 diantaranya merupakan komunitas teater yang masih eksis hingga saat ini. Komunitas memiliki kaitan erat terhadap kesenian pertunjukan terutama teater. Teater adalah karya seni kolaboratif yang muncul akibat adanya komunitas sehingga memunculkan konsep community based art. Community based art menjadi salah satu elemen penting untuk menghasilkan kota yang kreatif dan berkesenian. Kota Bandung juga merupakan kota kreatif dunia yang diakui oleh UNESCO sejak tahun 2015. Sudah sepatutnya pengakuan tersebut menjadi sebuah city branding bagi Kota Bandung yang terus mendorong adanya perkembangan kebudayaan. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa seluruh potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik karena berbagai permasalahan yang muncul dari kondisi fasilitas dan komunitas. Saat ini keberadaan fasilitas seni pertunjukan berupa bangunan teater di Kota Bandung belum optimal sehingga komunitas tidak memiliki tempat untuk memproduksi pertunjukan teater. Terdapat fasilitas yang tidak sesuai standar, kurangnya fasilitas dari segi kuantitas, perubahan fungsi fasilitas dan terbengkalainya fasilitas karena tidak ada yang menggunakan fasilitas tersebut. Kedua hal ini menjadi umpan balik sehingga saling mempengaruhi satu sama lain. Permasalahan ini membuat kurangnya kesadaran masyarakat kota akan kesenian sehingga kebudayaan Kota Bandung tidak berkembang secara optimal. Melalui masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi adanya kebutuhan pengadaan fasilitas kesenian baru yang mampu menjadi wadah untuk community based art. Fasilitas tersebut ditujukan untuk mewadahi komunitas teater dalam memproduksi dan menampilkan pertunjukan berkualitas kepada masyarakat kota. Melalui penampilan teater yang berkualitas diharapkan akan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kebudayaan dan kesenian di dalam kota. Adapun fasilitas yang akan dikembangkan berupa non-profit performing art center untuk mendorong kemajuan kebudayaan kota. Melalui isu dan tipologi yang akan dikembangkan terdapat beberapa isu terkait kesesuaian fasilitas dengan standar bangunan, kebutuhan akan iconic building sebagai city branding dan keterlibatan fasilitas komunitas di dalam fasilitas. Mengingat ini merupakan fasilitas skala kota, maka diperlukan tapak yang memiliki konektivitas yang baik dari seluruh wilayah kota, maka dipilihlah tapak di Summarecon Bandung. Summarecon Bandung terletak di Sub Wilayah Kota (SWK) Gedebage yang akan dikembangkan menjadi Pusat Pelayanan Kota 2. Sub Wilayah Kota (SWK) Gedebage akan dikembangkan dengan konsep Bandung Teknopolis dengan melalui pembangunan kawasan yang mensinergikan pusat pendidikan tinggi, ekonomi kreatif, niaga, dan pemerintahan. Sebagai sebuah pengembang kawasan swasta, Summarecon Bandung juga memiliki visi “Summarecon Bandung as a new creative city” sehingga terdapat potensi kerjasama pemerintah dan swasta. Kerjasama antara Pemerintah Kota Bandung dan Summarecon Bandung akan terjadi dalam segi pengelolaan, pendanaan dan publikasi. Untuk mengembangkan fasilitas bangunan teater sebagai wadah untuk Community Based Art dilakukan pendekatan terhadap beberapa pendekatan. Pendekatan utama merupakan pendekatan melalui eksplorasi desain dalam iconic building, kemudian terdapat placemaking dalam menjadikannya ruang bagi Community Based Theatre dan masyarakat kota, serta desain keberlanjutan untuk membuat keberhasilan tujuan terus berjalan. Eksplorasi dalam iconic building mampu memunculkan city branding yang nantinya akan berdampak pada peningkatan kebudayaan di dalam kota. Berikutnya untuk menghidupkan tempat tersebut akan memerlukan relasi yang menyeluruh antara komunitas teater sebagai performer, penonton sebagai apresiator seni dan fasilitas teater sebagai wadah kegiatan sehingga placemaking merupakan Langkah yang tepat. Untuk membuat visi tercapai juga diperlukan keberlanjutan dari segi pengelolaan dan pemeliharaan pada bangunan. Ketiga pendekatan memiliki kaitan erat yang saling mempengaruhi satu sama lain. Terdapat sebuah kriteria tambahan berupa kesesuaian fasilitas dengan standar bangunan teater agar dapat menunjang seluruh pengguna dalam bangunan dan menjamin keamanan. Secara umum kegiatan komunitas teater dalam produksi pertunjukan terbagi menjadi proses inisiasi, produksi, pertunjukan dan evaluasi. Setiap tahap memiliki kebutuhan ruang masing-masing sesuai dengan aktivitasnya. Artinya, terdapat fasilitas berupa ruang-ruang diskusi, ruang latihan dan ruang film sebagai tempat menonton video pertunjukan. Kemudian juga terdapat implementasi persyaratan teknis dari desain bangunan teater untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna dan keamanan di dalam bangunan. Fasilitas ini juga berfungsi untuk menjadi elemen city branding Kota Bandung dalam kebudayaan sehingga akan dibuat iconic building dengan pendekatan desain kepada elemen-elemen kebudayaan yang merepresentasikan Kota Bandung.