Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur (Ibu Kota Nusantara)
merupakan langkah strategis dalam mendukung distribusi pembangunan nasional
agar lebih merata. Namun, area pengembangan IKN terletak di wilayah pesisir yang
rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti kenaikan muka laut, badai, banjir,
dan lainnya. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi spasial bahaya
banjir, tingkat kerentanan, dan risiko bahaya melalui pendekatan Multi-Criteria
Decision Making (MCDM) dengan basis bobot entropi dan Probabilistic Principal
Component Analysis (PPCA). Proyeksi risiko banjir pada skenario maksimum
menunjukkan bahwa Kecamatan Anggana memiliki area terendam terbesar sebesar
51.312,38 ha, diikuti oleh Kecamatan Muara Jawa (20.599,35 ha), Kecamatan
Penajam (12.891,08 ha), dan Kecamatan Samboja (4.527,55 ha). Kabupaten Kutai
Kartanegara menjadi daerah yang memiliki dampak rendaman terbesar dengan
72,2% dari total luas rendaman.
Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan MCDM kerentanan pesisir di wilayah
pengembangan IKN memiliki nilai kerentanan dengan kategori sangat rendah di
pesisir Kecamatan Samboja dan Kecamatan Sepaku. Sedangkan pengolahan
kerentanan pesisir menggunakan metode PPCA didapatkan nilai kerentanan yang
didominasi tingkat rendah hingga tinggi di Kecamatan Samboja dan tingkat sedang
hingga tinggi di Kecamatan Sepaku. Hasil tersebut didapatkan dengan bobot
tertinggi dimiliki oleh parameter gelombang maksimum dan gelombang signifikan
pada kedua metode. Kota Balikpapan dengan tingkat kerentanan tinggi berdasarkan
CVI-90 memiliki area luas rendaman pada skenario 4 sebesar 4.114,02 ha atau
3,67% dari total luas rendaman. Pada skenario yang sama, Kabupaten Penajam
Paser Utara dengan tingkat kerentanan rendah, memiliki luas rendaman sebesar
22.545,25 ha atau 20,1% dari total luas rendaman.