digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800








DAFTAR PUSTAKA DELFIRMAN
EMBARGO  2028-08-14 

LAMPIRAN DELFIRMAN
EMBARGO  2028-08-14 

Jalan di sekitar Parung Panjang, Kabupaten Bogor mengalami krisis yang berkaitan dengan peningkatan pergerakan kendaraan dan komoditas material tambang, Di sisi lain, pembangunan permukiman penduduk menyebabkan terjadinya perebutan ruang gerak di jalan antara masyarakat yang bermukim dan mobilitas truk tambang. Untuk itu, penelitian ini berupaya melihat masalah yang terjadi dengan mengungkap kontroversi dalam pergerakan material tambang dan kerusakan jalan melalui pendekatan Actor-Network Theory (ANT) dari Latour (2005), serta mobility turn (Sheller & Urry, 2006). Paradigma ini berupaya melihat adanya kontroversi dalam pergerakan manusia dan non-manusia, serta merekonstruksi pemahaman kita mengenai penggunaan ruang (space) sebagai sesuatu yang statis. ANT menggoyahkan otonomi dan prioritas penjelasan yang dikaitkan dengan ruang dalam studi perkotaan (Latour, 2005), dengan memberikan penjelasan yang berbeda dan mengubah pemahaman mengenai ruang dengan jaringan-pergerakan, yang sejalan dengan paradigma mobilitas. Oleh karena itu, penelitian ini akan menjelaskan secara empirik mengenai kontestasi dan negosiasi antar aktor terhadap ruang jalan saat terjadi kerusakan (breakdown) pada objek jalan, serta mengungkap bagaimana kontroversi atas objek jalan dilihat dari kepentingan untuk menetap dan bergerak. Untuk itu, pengumpulan data dilakukan dengan metode follow the actor melalui observasi, wawancara mendalam, serta penelusuran terhadap dokumen. Penelitian ini menemukan bahwa, ruang jalan bukan semata-mata entitas fisik, tetapi telah menandai berbagai ketidakpastian (uncertainty) yang memediasi konflik antar berbagai aktor. Objek 'jalan tambang' kemudian mengalami perubahan status dan makna, dari fasilitas privat menuju ruang publik yang penuh negosiasi dan kontestasi, seiring dengan peningkatan sirkulasi pertambangan. Hal ini menyebabkan kapasitas jalan mulai tertekan, dan objek ‘jalan’ pun mengalami pergeseran fungsi dan kepemilikan, yang menandai terjadinya controversy over the object (Latour, 2005). Lalu, munculnya pertentangan antara mobilitas tambang dan masyarakat yang bermukim merepresentasikan benturan dua pandangan yang berbeda tentang ruang, yaitu kepentingan bermukim dan bergerak. Di sisi lain, pembangunan kawasan permukiman dan perkotaan baru telah menciptakan dinamika mobilitas, karena bahan material pembangunan yang bergantung pada kawasan pertambangan di sekitar. Artinya, ruang tidak lagi dipahami sebagai entitas statis atau titik destinasi pembangunan, tetapi sebagai ruang relasional jaringan logistik, sirkulasi komoditas, dan mobilitas yang menyertai. Krisis yang muncul di tingkat lokal, merupakan gejala dari kompleksitas hubungan dan pergerakan yang gagal dikelola secara adil dalam distribusi dampak dan manfaat pembangunan perkotaan.