Merancang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang efektif di Indonesia
memerlukan pemahaman yang kuat tentang konektivitas ekologis untuk
mendukung perikanan berkelanjutan dan mata pencaharian lokal. Salah satu
pendekatan ilmiah yang menjanjikan dalam memahami konektivitas ini adalah
melalui pemodelan biofisik yang menggabungkan dinamika oseanografi dengan
perilaku biologis larva. Studi ini bertujuan mengeksplorasi jalur penyebaran larva
di antara KKP di sekitar Selat Lombok. Simulasi dilakukan menggunakan data
model sirkulasi laut resolusi sangat tinggi (1/150°) dari keluaran model MITgcm
yang mampu merepresentasikan dinamika arus 3-dimensi, suhu, dan struktur
vertikal laut. Partikel virtual yang mewakili larva Auxis thazard (tongkol krai)
dilepaskan dari setiap titik di dalam poligon KKP sepanjang musim barat dan
musim peralihan tahun 2004. Pergerakan larva dihitung menggunakan
OceanParcels dengan skema integrasi waktu Runge-Kutta orde keempat dengan
menggabungkan pengaruh arus laut, stres angin permukaan, serta stokes drift akibat
gelombang. Hasil simulasi menunjukkan tingkat kehilangan larva yang sangat
tinggi dengan lebih dari 93% partikel dari sebagian besar KKP hilang ke laut lepas
akibat adveksi arus yang kuat. Akibatnya, retensi bersifat rendah dengan nilai
tertinggi hanya 5,94% teramati di KKP Situbondo. Analisis jaringan konektivitas
menggunakan metrik sentralitas dari pustaka NetworkX mengidentifikasi peran
fungsional yang spesifik untuk setiap KKP. Hasil mengidentifikasi KKP Perancak
sebagai donatur larva utama (tingkat beaching 8,68%) dan KKP Kuta Selatan
sebagai sumber bersih (net-source) yang signifikan. Sebaliknya, KKP Karangasem
berfungsi sebagai penampung bersih (net-sink) terkuat (indeks SSIsink 0,79),
dengan 76,40% rekrutmennya berasal dari KKP lain. KKP Pulau Panjang dan Nusa
Penida juga teridentifikasi sebagai simpul kunci yang masing-masing berperan
sebagai koridor penghubung dan penampung larva penting dalam jaringan.
Perpustakaan Digital ITB