Pre-exposure prophylaxis (PrEP) atau profilaksis pra-pajanan merupakan salah satu metode
baru untuk pencegahan HIV dalam bentuk obat antiretroviral (ARV) oral yang diberikan
kepada individu berisiko tinggi terkena HIV. Saat ini, Program Percontohan PrEP telah
dilakukan di Indonesia, untuk melihat implementasi PrEP secara longitudinal, prospektif,
dengan kondisi real-world. Salah satu populasi sasaran prioritas PrEP di Indonesia adalah
Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang termasuk
dalam wilayah pelaksanaan program percontohan PrEP di Indonesia dikarenakan tingginya
kasus temuan HIV, berada di urutan pertama provinsi dengan jumlah temuan kasus HIV
terbanyak pada bulan Januari hingga Maret 2023. Meskipun penggunaan PrEP sudah terbukti
efektif menurunkan angka kejadian infeksi HIV, perlu dipertimbangkan kemungkinan
munculnya efek lain, yaitu risk compensation. Risk compensation adalah peningkatan perilaku
seksual berisiko yang dapat menyebabkan peningkatan kejadian infeksi menular seksual
(IMS). Pendapat dan data terkait risk compensation, IMS, dan PrEP masih menjadi perdebatan
bagi para peneliti karena beragamnya hasil penelitian yang diperoleh. Data terkait risk
compensation dan IMS pada populasi penerima PrEP di Jawa Barat juga tidak tersedia. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risk compensation berupa peningkatan
IMS dan perilaku seksual berisiko pada LSL peserta Program Percontohan PrEP di Jawa Barat.
Sasaran penelitian ini yaitu untuk menganalisis prevalensi IMS, insidensi IMS, perubahan
prevalensi dan insidensi IMS selama periode follow-up, perubahan perilaku seksual berisiko,
serta faktor-faktor yang berasosiasi dengan IMS pada LSL peserta Program Percontohan PrEP
di Jawa Barat.
Penelitian ini mengumpulkan data klinis dan non-klinis yang diperoleh dari data administrasi,
data laboratorium, dan data farmasi di fasilitas kesehatan yang terlibat dalam program
percontohan PrEP. Definisi IMS dibatasi hanya yang disebabkan oleh bakteri, yaitu gonore,
sifilis, dan klamidia. Rentang kepercayaan insidensi IMS dihitung berdasarkan distribusi
Poisson. Sedangkan pemodelan dengan Generalized Estimating Equation (GEE) logistic
digunakan untuk menganalisis perubahan prevalensi IMS dan perilaku seksual berisiko selama
periode follow-up, serta untuk menganalisis faktor-faktor yang berasosiasi dengan IMS. Nilai
signifikansi yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah p < 0,05. Pengolahan dan
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan software Microsoft Excel 2021, KNIME
Analytic Platform 5.3.3, dan STATA 17.
Partisipan yang diikutsertakan dalam analisis penelitian ini berjumlah 311 LSL peserta
Program Percontohan PrEP di Jawa Barat. Prevalensi IMS pada partisipan sebelum inisiasi
PrEP sebesar 16,40% (self-report) dan sesudah inisiasi PrEP mengalami penurunan menjadi
3,10% (hasil tes laboratorium). Laju insidensi IMS pada seluruh partisipan sebesar 15,4 per
100 person-years (95% CI = 9,78 –23,16). Prevalensi dan laju insidensi IMS pada kelompok
PrEP harian lebih besar daripada kelompok PrEP event-driven. Laju insidensi untuk kelompok
harian 16,9 per 100 person-years (95% CI = 8,74 –29,56) dan untuk kelompok event-driven
sebesar 14,1 per 100 person-years (95% CI = 7,03 –25,20). Baik pada kelompok harian, eventdriven, maupun secara total, prevalensi dan laju insidensi IMS cenderung berfluktuasi. Selama
periode follow-up, beberapa indikator perilaku seksual berisiko mengalami fluktuasi. Jumlah
pasangan seksual ?2 mengalami penurunan (p < 0,001), inkonsistensi penggunaan kondom
meningkat (p < 0,001), dan hubungan seksual terakhir tanpa kondom menurun (p < 0,001).
Hanya tiga faktor yang berasosiasi secara signifikan dengan IMS, yaitu riwayat IMS sebelum
memulai PrEP (aOR 5,02; 95% CI = 2,21 –11,39; p < 0,001), jumlah pasangan seksual ?2
(aOR 0,12; 95% CI = 0,03 –0,47; p = 0,002) dan penggunaan kondom saat hubungan seksual
terakhir (aOR 3,25; 95% CI = 1,08 –9,84; p = 0,037). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada
LSL peserta Program Percontohan PrEP di Jawa Barat, risk compensation berupa peningkatan
IMS dan perilaku seksual berisiko hanya terjadi secara minimal.
Perpustakaan Digital ITB